RSS

Jumat, 11 Juli 2014

Like a Dandelion Flowers

Aku tidak mengerti, kenapa aku begitu ingin menuliskan ini.
Terus saja, sekelebat memori mengusik tiap rasa yang telah aku biarkan sejak lama,
Benar. Dia telah tumbuh menjadi sosok yang berbeda,
Dia telah tumbuh secara luar biasa, melampaui batas atas prediksiku.
Dia tumbuh dan kembali melambungkan sebuah rasa rindu.
Aku sama sekali tidak mengerti tiap getaran yang hinggap, tanpa mau ku cegah.
Dia seakan kembali, setelah memilih pergi, dia seakan datang, setelah memilih menjauh.
Aku merasa seperti dandelion, dan dia adalah anginnya.
Anginku, sosok yang memberi sedativum alami tanpa dia pernah sadari.
Sosok yang memberikan hepatoproktektor, tanpa dia sendiri mengetahui.
Sosok yang hanya dapat dilihat sebatas punggung. Tanpa berbalik melihat ke arahku.
Dia angin, sosok yang datang dan pergi sesuka hati. 
Saat dia kembali, dan siap meniup kelopakku yang telah rapuh,
Satu waktu dia menerbangkanku dengan hati-hati, hingga aku terbang tanpa beban, lalu jatuh di pekarangan subur, dan aku dapat tumbuh menjadi dandelion baru yang kuat.
Namun, di waktu yang lain...
Aku hanya ditiup, tidak tahu aku jatuh dimana, seakan dia hanya menerbangkan harapan sederhana, tanpa mengerti arti sekecap rasa.
Kini, dia pergi, dan tak tahu kapan kembali.
Aku, tidak bisa menungggu terlalu lama lagi, dalam hal yang sama sekali tidak pasti.
kelopak dandelionku, mulai jatuh, perlahan. tanpa aku sendiri sadari.
Apa angin akan datang lagi? cepatlah. sebelum kelopakku habis.
atau, setidaknya, beri tahu, kapan angin akan kembali.
Aku takut, jika dia kembali, dan menghempaskanku dipadang gersang.
Atau dia kembali, tetapi bukan untukku, tetapi untuk dandelion lain.
Aku takut jika itu terjadi.
Kapan aku bisa mengertimu? 
Bahkan, setelah sekian lama, sampai sekarangpun, aku tidak bisa mengertimu.
Seperti dandelion, aku selalu tidak bisa mengerti angin.
Salam rapuh, Dandelion.