Delusi
Jika pertemuan
denganmu adalah sebuah ilusi, maka ijinkan aku kembali masuk dalam dimensi tak
kasat mata itu, dan menatapmu lebih lama.
**
Calista merutuk dalam hati,
akibat bangun kesiangan, ia harus rela berdiri berdesak-desakan di kereta, sesekali
ia melirik jam tangan yang melingkar pada tangan kecilnya. Sial, sepertinya dia
harus kena hukuman pagi ini.
Ini bukan pertama kalinya ia
menaiki kereta ketika berangkat sekolah. Tetapi, ini pertama kalinya dia merasa
butuh oksigen lebih, untuk membuat tubuhnya terjaga. Gerbong yang dia tumpangi
benar-benar sesak, dan membuatnya membuat angin buatan agar dapat meraup
oksigen dengan rakus.
Laju kereta, dan permukaan rel
yang tidak rata, terkadang membuatnya terhuyung tanpa sengaja. Gadis itu terus
saja merutuk dalam hati, hingga tanpa sengaja netra beningnya menangkap siluet
pemuda yang sedang terlelap di samping pintu keluar.
Calista mengerjapkan kedua
netranya tidak percaya, wajah damai pemuda itu mengganggu pikirannya, bagaimana
bisa pemuda itu tertidur ditempat penuh sesak seperti ini? namun setelah
melihat lebih seksama, Calista menyadari, wajah pemuda itu… sedikit mirip
dengan idolanya! Demi apapun, pukul kepalanya sekarang! Pasti dia sedang
berhalusinasi!
Menggelengkan kepalanya, ia
menjadi teringat perkataannya. Kata-kata yang tanpa sadar membuat boomerang untuk dirinya sendiri.
Sahabatnya pernah bertanya, alasan Calista belum pernah mengikat hubungan
dengan laki-laki manapun, dengan polos gadis itu berkata, bahwa ia akan
menunggu seseorang yang berwajah mirip dengan idolanya, entah kapan datangnya.
Dan hei! Ini benar-benar terjadi!
Menahan diri untuk tidak
histeris, gadis itu menghela napas sejenak, bahkan ia dapat mendengar detak
jantungnya yang berdetak melebihi ritme aturan. Dia pasti sedang kaget saja
kan? Gadis itu kembali menyangkal, tidak akan ada jatuh cinta pandangan
pertama, di kamus Calista Malvina.
Ragu-ragu dia melirik kembali
pemuda itu, hingga tanpa sengaja netranya berserobok dengan iris obsidian yang
mulai memikat netranya. Iris bening milik pemuda itu. Terperangah, dia
mendudukan wajah, sembari menampilkan senyum tipis.
Sepertinya, hari ini tidak
seburuk yang dia kira…
**
Jogjakarta sore ini begitu
lenggang, Calista kembali melangkahkan kaki menuju stasiun terdekat dari kampusnya.
Dengan langkah terburu-buru, dia bergegas menuju loket. Namun, sepertinya sang
takdir sedang bermain-main lagi dengannya. Tanpa sengaja dia melihat pemuda
tadi, sedang mengantri tepat di depannya. Membuatnya menundukan wajah piasnya.
“Aaa… ladies first.” Ungkap suara berat itu.
Dengan satu kali gerakan, Calista
mengangkat wajahnya. Menyadari pemuda itu tersenyum ke arahnya, dan
mempersilahkannya membeli tiket terlebih dahulu.
“Umm… terimakasih.”
Pemuda itu hanya tersenyum tipis,
sembari memainkan ponsel genggamnya.
Lagi-lagi, Calista tidak bisa
menahan gejolak itu lebih lama.
**
Do you wish you had a second chance to meet someone again for the first
time?
Setelah pertemuan itu, semua
tidak lagi sama. Entah konyol atau mencoba menghampiri takdir, Calista selalu
berangkat dan pulang dengan menaiki transportasi umum bebas hambatan itu,
tetapi… tidak sekalipun sosok itu tertangkap dalam bayangan retinanya.
Hari lalu bagaikan delusi, tidak
mengerti siapa, bahkan sama sekali tidak mengenalnya, tetapi pemuda itu telah
terlampau jauh mengambil atensinya. Pemuda itu nyata, tetapi dalam sekejap mata
hilang tanpa bekas.
Suatu keanehan, ketika ia
merasakan suatu kekosongan dalam rongga dadanya. Aneh, tetapi ada. rindu itu
terus menelasak keluar, tanpa mengerti sebongkah hati merasakan siksa. Adakah
yang lebih menyakitkan daripada menahan rindu dari sosok yang hanya terlihat
dalam sekejap mata?
Ia ingin memandang pemuda itu lagi, sekali lagi saja. hanya itu
yang terngiang dalam pikirannya sekarang. Dengan langkah gontai, gadis berponi
pagar itu, meninggalkan Stasiun dengan perasaan tidak menentu.
**
Anatomi, Morfologi, dan Fisiologi
tumbuhan benar-benar membuat Calista pusing tujuh keliling, ia melangkahkan
kaki dengan langkah gontai. hari ini, dia masih enggan membawa sepeda motor,
atau bahkan mobil ke kampusnya. Sekali lagi, kereta menjadi pilihan terakhirnya
untuk pulang.
Lalu lalang calon penumpang,
membuat Calista lebih memperhatikan langkah, dan barang bawaannya. Sesekali dia
menunduk, memeriksa apakah tasnya masih utuh.
“Calista Malvina? Mahasiswa Fakultas
Farmasi UGM?”
Suara baritone itu… gadis itu
mendongak, mendapati sepasang netra hitam menatapnya tajam. “Aa.. iya. Kenapa?”
Pemuda itu menyeringai, “Kau…
memperhatikanku saat tidur dikereta kan? Ah, tidak. Lebih tepatnya, kau selalu
memperhatikan gerak-gerikku saat dikereta.”
Tertangkap basah. Rasanya Calista
lebih baik menelan emulsi minyak ikan tanpa corrigen saporis dan odoris
sekarang. Dia benar-benar malu! “Itu… tidak, aku hanya memperhatikanmu
sebentar, setelah itu aku berhenti memperhatikanmu asal kau tahu.” elaknya. “hei!
Darimana kau tahu namaku?” protes gadis itu, sambil menggembungkan pipinya.
Lagi-lagi pemuda itu menampilkan smirk andalannya, tangannya terjulur
menyentil kening lebar milik gadis dihadapannya. “Bodoh,” rutuknya. “disaat kau
berhenti memperhatikanku, itu berarti, saatnya aku memperhatikanmu.”
Calista menatap pemuda
dihadapannya dengan pandangan bertanya-tanya.
“Aku, Alexander Adelais. Salam
kenal…”
Calista hanya tersenyum canggung,
tidak mengerti bagaimana harus bersikap.
**
Alex memandang gadis dihadapannya
dengan seulas senyum tipis, akhirnya dia punya nyali juga, berkenalan dengan
gadis itu, meski dengan cara yang terbilang buruk. Ya, diam-diam dia telah
memperhatikan gadis itu semenjak ia duduk di kelas sebelas. Meski berbeda
sekolah, karena keaktifannya mengikuti organisasi, dia dapat bertandang ke
sekolah gadis itu untuk mengadakan kerjasama dengan sekolahnya.
Pemuda itu tersenyum, mengingat
pertemuan pertamanya dengan gadis itu. Gadis ceroboh penghuni resmi perpustakaan
sekolah. Jangan tanya kenapa dia bisa mengerti, karena Alex memilih
perpustakaan, daripada Ruang OSIS sekolah Calista, alasannya simple. Karena dia
tidak mau repot-repot menaiki 200 anak tangga untuk mencapai ruangan itu.
Beruntungnya usulnya diterima, meski perpustakaan sedikit terbuka untuk umum,
tetapi cukup tenang dan effesien.
Saat itu, gadis itu sedang
mencoba mengambil buku di rak tertinggi. Karena postur yang tidak sesuai, gadis
itu memilih menyerah dan mengambil buku lain yang bisa terjangkau olehnya. Alex
yang sedang bosan menunggu ketua Osis SMA Batara, -SMA Calista- ia berinisiatif
mengambilkan buku yang sempat diinginkan Calista, melirik bangku Calista yang
masih kosong, -karena sang pemilik masih sibuk mencari buku- pemuda itu
meletakannya tepat diatas meja sang gadis. Kemudian segera pergi, seolah tidak
pernah terjadi apa-apa.
Entah kenapa, melihat seulas
senyum dari bibir gadis itu, membuat dirinya tenang. Lagi-lagi ada sedativum
tak kasat mata yang dia rasakan. Dan mulai sejak itu, Alexander Adelais,
memperhatikan Calista Malvina dari jauh.
“Umm, Alex… darimana kamu
mengerti aku kuliah dimana? Apakah kamu juga satu fakultas denganku?”
Alex kembali menampakan
senyumnya, senyum yang hanya bisa terukir jika berada didekat gadis ini. “Lebih
tepatnya satu universitas, aku dari fakultas tehnik. Semester empat.”
Gadis itu kembali terperangah.
“Oh, maaf. Aku rasa aku harus memanggilmu Kakak, atau malah… Mas?” ungkap gadis itu dengan raut ragu.
“Terserah kau saja.”
Calista menaikan alis. “Baiklah,
tetapi aku masih penasaran, bagaimana bisa kau… ah, maksudku Mas Alex
mengetahui… aku? Apakah kita pernah bertemu sebelumnya?”
Lagi-lagi Alex menampilkan senyum
tipisnya, lalu tangannya terulur mengacak pelan surai hitam milik gadis di hadapannya. “Lumayan sering, diperpustakaan. Alexander Adelais, selalu bertemu
gadis ceroboh yang tidak bisa mengambil buku di tumpukan rak teratas.”
END or TBC?
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
haiii akhirnya bisa post entri lagi. sebenarnya ini cerpen lawas, tetapi blm sempet posting :( sebagai ganti saya posting 2 entri hari ini. dengan lirik OMG-cupid akibat saya ikut demam korea krn dicekokki icha :))
enjoy reading! salam bintang dandelion :)
regards,
giardanila_