IRISH (무지개)
Oleh: Ruth & Nita
Langit
kota Seoul pagi ini mendukung Alfa untuk bergelut dengan hobinya. Hunting buku. Kelas musim semi akan
dimulai akhir febuari, jadi ia masih memiliki waktu banyak untuk menghabiskan
sisa liburan. Kendati orang tuanya meminta untuk pulang ke Indonesia, tapi Alfa
menolak tawaran itu karena menurutnya menghabiskan liburan di Seoul di awal
musim semi adalah kesempatan langka. Mengingat, kesibukannya di musim kuliah
yang enggan ia bagi dua dengan kegiatan lain.
Alfa
suka musim semi, Seoul akan terlihat lebih cantik. Tapi ia tidak suka
keramaian. Satu hal yang membuatnya sedikit membenci musim semi adalah
banyaknya wisatawan yang mulai berbondong-bondong berwisata ke Seoul dan
menurutnya itu sangat mengganggu. Maka, rencana untuk melewati musim semi di
Seoul akan ia tunda dulu, dan memutuskan untuk menyepi ke kota Paju, lalu akan menyewa
sepeda untuk berkeliling sejenak dan menghabiskan siangnya di Paju book city[1].
Ia akan rela duduk di taxi sampai satu jam demi pergi kesana dan memenuhi rasa
hausnya akan membaca.
Alfa
memang gila membaca. Baginya, menyandang status sebagai mahasiswa maka ia harus
bertanggung jawab atas titel ke-maha
yang dimilikinya. Ia harus maha pintar, maha cerdas dan maha serba tahu.
Alfa
masuk ke salah satu toko buku, untuk kemudian memborong beberapa pieces buku sebagai bahan bacaan
beberapa hari kedepan.
“Sillyehamnida.[2]” Ia
menyapa seorang Ahjussi petugas toko yang sedang menyusun buku-buku ke rak.
“Ne,[3]” Petugas
toko itu menjawab sopan.
“Maaf
mengganggu.”
“Anyo,
Kwenchanseumnida[4].
Ada yang bisa dibantu?”
Alfa
tersenyum. “Rak buku fiksi disebelah mana ya? Saya sudah lama tidak kesini.”
“Silahkan,
ada dilantai atas.”
“Ah,
geulaeseo? Kamsahamnida.[5]”
Alfa
bergegas naik ke lantai atas.
Ia
menyusuri lorong rak yang tingginya nyaris dua meter dengan buku-buku bersusun
rapi. Baik dalam basaha Korea, sampai Ingris. Alfa memilah-milih buku di
dereran rak novel bahasa Inggris, tapi kegiatannya terhenti ketika ponsel di
saku jinsnya berbunyi.
“Hallo
Pi?” Ia menyambut panggilan Papinya.
Terdengar
suara berat laki-laki menyambut di telepon. “Gimana Alf, kamu sudah cek
perkembangan di Korea stock exchange[6]
lagi? Papi dengar WGY group sedang
menerbitkan saham? Ini kesempatan besar."
Alfa
menghembuskan nafas berat, lalu menjawab, “Pi, saya kemarin sudah hubungi broker[7]
yang Papi kirim CV-nya. Tapi belum ada perkembangan lagi.”
“Cepatlah
Alf, jangan banyak diam. Papi dengar gak banyak saham yang mereka terbitkan,”
Alfa
tidak membalas. Ia hanya menghembuskan nafas pelan.
“Ya
sudah. Papi tutup teleponnya, ini Papi pakai panggilan Internasional di kantor.
Nanti Papi hubungi kamu lagi, jangan banyak diam, Alf. Gerak cepat."
“Ne,
Abeoji.[8]”
Alfa menutup teleponnya dengan bahasa korea. Biasanya, Alfa menggunakan bahasa
Korea dengan Ayahnya jika ia sudah mulai kesal dengan topik pembicaraannya. Ia
lahir dengan darah asli Indonesia. Namun, sejak kecil ia sering diungsikan ke berbagai
negara untuk menempuh pendidikan. Ketika teman-temannya yang lain berkuliah di
negara-negara Eropa, ia justru dicemplungkan untuk berkuliah di Seoul, Korea selatan.
Pusatnya idol-idol dunia yang saat ini demamnya sudah merambah ke negaranya
sendiri.
Ketika Alfa bertanya-tanya mengapa ia harus
berkuliah bisnis di Korea, Ayahnya beralasan bahwa Korea berpotensi tinggi
dalam dunia bisnis sebagai negara maju. Jika ia ingin menjadi pebisnis hebat,
maka setidaknya Alfa harus menguasai menancapkan taring bisnisnya di benua Asia
lebih dulu. Tapi Alfa punya cerita sendiri yang ia yakini, mengapa Ayahnya
menyuruh ia berkuliah disini, tidak lain karena ia dijadikan pionir untuk
bisnis ayahnya yang menggurita. Ayahnya bahkan memegang saham cukup besar di
salah satu perusahaan Korea atas nama dirinya.
Dibalik
cerita-cerita Alfa tentang dunianya. Seorang gadis muncul dibalik rak berbeda.
Ia tidak sengaja mendengar percakapan telepon seorang pemuda yang kini memunggunginya.
Karena penasaran, ia mendekat dengan langkah kecil-kecil yang dibuat sealami
mungkin, sehingga kini sudah berdiri di samping pemuda itu.
Kim
A Rin, gadis berambut coklat tua sebahu itu mencuri pandang pemuda disebelahnya
yang nampak serius melihat novel-novel berbahasa Inggris. Yang membuat A rin
penasaran adalah, ketika pemuda itu bercakap menggunakan bahasa Eomma-nya, sudah
lama ia tidak menggunakan bahasa itu di Korea. A rin ingin sesekali kali
menggunakan bahasa itu dilingkungannya, tapi berhubung sebagian besar
teman-temannya adalah warga Korea asli, A rin harus menghapus keinginan itu.
A
rin, yang notabennya selalu easy going
dengan siapapun, berusaha menyapa pemuda disebelahnya.
“Annyeonghaseyo[9],”
A rin menyapa, yang refleks membuat pemuda disebelahnya menloleh.
A
rin nampak terkejut dengan garis wajah itu. Tampan dan tegas. Matanya tajam
dengan halis tebal yang kini bertaut karena heran mendengar ia menyapa.
A
rin lalu kembali ke alam sadarnya, mengingat niat pertamanya untuk bertanya.
“Orang Indonesia ya?”
Pemuda
itu nampak tidak berniat untuk menjawab sama sekali. Ia justru menoleh kembali
ke rak dam mengambil dua novel bahasa Inggris sambil lalu.
Arin
nampak terkejut dengan sikap pemuda itu. Ia melirik kanan-kiri, bersyukur
karena tidak ada orang lain di dekatnya. Ia bisa malu setengah mati karena
tidak diacuhkan oleh seorang laki-laki. A rin mengerucutkan birbinya sambil berkacak
pinggang. Kesal sekali dengan pemuda sombong itu. Ia kan hanya berniat berkenalan. Memang pemuda itu susah sekali ya untuk
sekedar menjawab iya atau tidak?
“A
rin-yaaa!” Seorang gadis sebaya dengan A rin muncul menghampiri dengan mata
berbinar-binar.
A
rin menoleh enggan kepada sahabatnya, Cho Ha Na. “Ha Na-yaa, aku sedang
benar-benar kesal!”
Ha
Na mengerutkan dahinya heran. “Weo? Musun iriya?[10]”
A
rin menggeleng kecil sambil mengurut pelipisnya yang bahkan tidak pusing sama
sekali.
“Dengar,
kau tidak akan kesal lagi kalau lihat berita ini Arin-yaa, dan sebaiknya kita
cepat-cepat bergegas jika tidak ingin ketinggalan,”
“Weo?”
Ha
Na menunjukan layar ponselnya dengan penuh semangat. “Minho Oppa, sedang filming reality show di kafe sekitar
sini. Kau tidak ingin melihatnya?"
Wajah
A rin mendadak cerah. “Jinjaaah? Jeongmall?[11]”
Ha
Na mengangguk antusias.
“Mengapa
kau tidak meberitahuku sejak tadi Hana-ya. Kalau tahu begitu aku tidak perlu
repot-repot mempermalukan diri di depan pemuda sombong tadi.”
Arin
menarik lengan temannya dengan cepat keluar dari toko buku, tanpa tahu akan ada
kebetulan lain yang menunggunya setelah ini.
**
Alfa
mendengus kasar, dikembalikannya buku diatas rak yang tersedia. Dia bukannya
tidak mendengarkan perkataan gadis berambut kecoklatan yang hanya memiliki
tinggi sekitar sebahunya. Hanya saja dia tidak begitu menyukai orang asing.
Pemuda
itu tidak bisa memungkiri, ada perasaan tidak terdefinisi ketika gadis yang
tidak ia kenal tadi menyapanya dengan bahasa indonesia. Ia merasa hangat. Menggeleng pelan, mencoba
menghapus pikiran liarnya, dia kembali mengambil novel terjemahan inggris yang
sempat ia kembalikan ke rak buku.
Setelah
memantapkan pilihannya, Alfa bergegas ke kasir, menyapa Ahjussi petugas toko
yang sedang berkutat dengan buku ditangannya.
“Sillyehamnida,”
sapanya. Kemudian ia menyodorkan buku bersampul biru laut pilihannya. “eotteohge?[12]”
“5000 won. Kamsahamnida.”
Alfa
hanya melempar senyum, kemudian bergegas pergi dari situ. Sekarang tujuannya
hanya satu. Hollys Coffe. Tanpa tahu, sesuatu yang akan mengubah hidupnya,
menghampirinya sebentar lagi.
***
A
rin mengamit lengan Ha Na dengan antusias. Bertemu Choi Min Ho dalam jarak
dekat adalah salah satu impiannya. Selama ini dia hanya melihatnya dari layar
kaca, atau melihat secara langsung dari posisi paling belakang.
“Pelan-pelan
Arin-yaa, kau bisa terjatuh.”
A
rin melempar senyum, “Aku tidak mau ketinggalan melihat wajah Minho Oppa dari
dekat Hana-yaa. Hollys Coffe lumayan jauh juga ya!”
Wajah
A rin semakin berbinar ketika melihat Hollys Coffe didepan mata. Riuh
pengunjung yang –mungkin- sebagian besar juga fans fanatic seperti dirinya, tidak ia pedulikan.
“Ha
na-yaa, aku tidak boleh kalah dengan mereka!”
A
rin merogoh tas kecilnya, mengeluarkan light
stick berwarna hijau tosca dari sana, kemudian mengangkatnya tinggi-tinggi
di udara.
“OPPA!”
Ha
na tersenyum maklum. Sahabatnya ini, jika sudah menyangkut dengan Minho Shinee,
tidak akan ada yang menghalangi jalannya, kecuali… tentu saja ada yang lebih
fanatik dari A rin.
“Sudahlah
A rin, Minho Oppa jauh sekali, lihatlah, yang terlihat hanya mata tajamnya yang
bahkan tidak melihat ke arah kita. Lain kali, kita beli tiket konser Shinee
saja ya? Beli yang paling depan.” Hana berupaya membujuk A rin.
A
rin menggeleng, “Tidak, ini adalah kesempatan emas Hana-yaa, melihat konsernya
pun, tetap akan berjarak kurang lebih sepuluh meter.”
Ha
Na mengacak rambutnya frustasi. “A rin-yaa, jika kita bertahan, kita bisa
terinjak.”
A
rin mendengus, melepaskan genggaman sahabatnya, “Jika kau tidak mau, biar aku
saja, tetapi jangan menyesal, jika aku bisa dapat free hug dari Minho Oppa!”
Ha
na hanya menggeleng pasrah, melihat A rin yang mencoba menerobos puluhan gadis
yang berteriak histeris ketika Minho melempar senyum.
“Kyaaaa!
Meosjin![13]”
A
rin mendesah, harusnya dengan tubuh yang kecil, ia bisa menyelinap kedepan,
tetapi sekarang, ia malah merasa semakin terdorong.
Tidak
berapa lama setelah itu, Min ho berdiri. Kemudian berkata, “Annyeong!” yang
membuat seluruh wanita yang ada disana berteriak histeris.
Kontan,
hal itu membuat perempuan-perempuan disamping A rin merentangkan tangan, dan
berteriak, hingga tanpa sadar mendorong tubuh A rin.
A
rin yang merasa tubuhnya terdorong, hanya menutup mata pasrah. Berharap
tubuhnya hanya merasakan dinginnya lantai, bukan terinjak oleh rekan
seperjuangannya.
“Aya![14]”
Gadis
berambut coklat tua itu memekik dengan spontan. Berberapa detik berlalu, tetapi
ia tidak merasa tersungkur, bahkan ia tak merasakan punggungnya remuk. Anehnya,
ia malah merasa berada dalam dekapan seseorang.
**
Alfa
merutuk dalam hati, ia merasa sangat aneh ketika melihat Hollys Coffe dari
kejauhan, tidak biasanya tempat nongkrongnya menjadi sangat ramai seperti ini.
Meski ragu, ia melangkahkan kaki untuk masuk.
Mengedarkan
pandangan, ia terheran, puluhan gadis berteriak histeris di sisi timur Hollys
Coffe. Ia memutar bola mata bosan, fan’s
meeting? Jadi ini, yang membuat Caffe ini begitu ramai?
Alfa
kembali merutuk kesal, ketika sisi bagian barat juga benar-benar penuh, yang
tersisa hanya satu meja dekat kasir, letaknya sangat berdekatan dengan
gadis-gadis berisik itu. Apa boleh buat? Sepertinya minum di Apartemen bukan
hal buruk. Pikirnya.
Alfa
benci keramaian, apalagi gadis-gadis kurang kerjaan yang begitu memuja sosok
yang sama sekali tidak mereka kenal. Sejujurnya ia benar-benar merasa terganggu
dengan teriakan gadis-gadis itu.
Mencoba
tenang, ia berjalan perlahan menuju kasir. Hingga langkahnya terhenti karena
sesosok gadis hampir menubruk dirinya. Entah mendapat reflek darimana, Alfa
mengulurkan tangan, dan membawa gadis itu dalam dekapan.
Dipandangnya
gadis yang terlihat masih memejamkan mata. Gadis ini terlihat begitu familiar di mata Alfa. Dan seringai tak
luput di bibir tipis pemuda tampan itu.
“Mau
sampai kapan kamu ada dalam dekapan saya?”
A
rin mengerjapkan mata, dan yang dilihatnya pertama kali adalah mata obsidian
yang memandangnya tajam. Pemuda ini…
“Kau?!”
Gadis
itu kembali memekik, dan spontan melepaskan diri dari dekapan pemuda
dihadapannya. Hingga tanpa sadar dia hilang keseimbangan, dan terjatuh dengan
kepala terantuk meja.
“Sakit.”
A rin merutuk dalam bahasa indonesia.
“Merepotkan.”
Tanpa pikir panjang, Alfa menarik lengan A rin, dan meninggalkan Hollys Coffe
yang masih riuh dengan teriakan para gadis.
-To be Continued-
[1]
Kota yang menjadi kawasan khusus industri penerbitan dan segala hal terkait
dunia literer; toko buku, dll.
[2]
Permisi.
[3]
Ya, apa.
[4]
Tidak, tidak apa-apa.
[5] Ah
begitu? Terima kasih.
[6]
Bursa efek Korea Selatan, pusat perdagangan surat-surat berharga; saham,
obligasi.
[7]
Pialang saham.
[8]
Ya, Ayah.
[9]
Hello, hai, permisi.
[10]
Kenapa? Ada apa?
[11]
Benarkah? Sungguh?
[12]
Berapa?
[13] Tampan
[14]
Aduh!
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------
kalian dapat menemukan cerita serupa disini : Irish part 1 Nita
sampai jumpa di chapter 2 ;;))