RSS

Selasa, 23 Februari 2016

IRISH (무지개) - Chapter One



IRISH (무지개)
Oleh: Ruth & Nita 




Langit kota Seoul pagi ini mendukung Alfa untuk bergelut dengan hobinya. Hunting buku. Kelas musim semi akan dimulai akhir febuari, jadi ia masih memiliki waktu banyak untuk menghabiskan sisa liburan. Kendati orang tuanya meminta untuk pulang ke Indonesia, tapi Alfa menolak tawaran itu karena menurutnya menghabiskan liburan di Seoul di awal musim semi adalah kesempatan langka. Mengingat, kesibukannya di musim kuliah yang enggan ia bagi dua dengan kegiatan lain.
Alfa suka musim semi, Seoul akan terlihat lebih cantik. Tapi ia tidak suka keramaian. Satu hal yang membuatnya sedikit membenci musim semi adalah banyaknya wisatawan yang mulai berbondong-bondong berwisata ke Seoul dan menurutnya itu sangat mengganggu. Maka, rencana untuk melewati musim semi di Seoul akan ia tunda dulu, dan memutuskan untuk menyepi ke kota Paju, lalu akan menyewa sepeda untuk berkeliling sejenak dan menghabiskan siangnya di Paju book city[1]. Ia akan rela duduk di taxi sampai satu jam demi pergi kesana dan memenuhi rasa hausnya akan membaca.
 

Alfa memang gila membaca. Baginya, menyandang status sebagai mahasiswa maka ia harus bertanggung jawab atas titel ke-maha yang dimilikinya. Ia harus maha pintar, maha cerdas dan maha serba tahu.
Alfa masuk ke salah satu toko buku, untuk kemudian memborong beberapa pieces buku sebagai bahan bacaan beberapa hari kedepan.
“Sillyehamnida.[2]” Ia menyapa seorang Ahjussi petugas toko yang sedang menyusun buku-buku ke rak.
“Ne,[3]” Petugas toko itu menjawab sopan.
“Maaf mengganggu.”
“Anyo, Kwenchanseumnida[4]. Ada yang bisa dibantu?”
Alfa tersenyum. “Rak buku fiksi disebelah mana ya? Saya sudah lama tidak kesini.”
“Silahkan, ada dilantai atas.”
“Ah, geulaeseo? Kamsahamnida.[5]
Alfa bergegas naik ke lantai atas.
Ia menyusuri lorong rak yang tingginya nyaris dua meter dengan buku-buku bersusun rapi. Baik dalam basaha Korea, sampai Ingris. Alfa memilah-milih buku di dereran rak novel bahasa Inggris, tapi kegiatannya terhenti ketika ponsel di saku jinsnya berbunyi.
“Hallo Pi?” Ia menyambut panggilan Papinya.
Terdengar suara berat laki-laki menyambut di telepon. “Gimana Alf, kamu sudah cek perkembangan di Korea stock exchange[6] lagi? Papi dengar WGY group sedang menerbitkan saham? Ini kesempatan besar."
Alfa menghembuskan nafas berat, lalu menjawab, “Pi, saya kemarin sudah hubungi broker[7] yang Papi kirim CV-nya. Tapi belum ada perkembangan lagi.”
“Cepatlah Alf, jangan banyak diam. Papi dengar gak banyak saham yang mereka terbitkan,”
Alfa tidak membalas. Ia hanya menghembuskan nafas pelan.
“Ya sudah. Papi tutup teleponnya, ini Papi pakai panggilan Internasional di kantor. Nanti Papi hubungi kamu lagi, jangan banyak diam, Alf. Gerak cepat."
“Ne, Abeoji.[8]” Alfa menutup teleponnya dengan bahasa korea. Biasanya, Alfa menggunakan bahasa Korea dengan Ayahnya jika ia sudah mulai kesal dengan topik pembicaraannya. Ia lahir dengan darah asli Indonesia. Namun, sejak kecil ia sering diungsikan ke berbagai negara untuk menempuh pendidikan. Ketika teman-temannya yang lain berkuliah di negara-negara Eropa, ia justru dicemplungkan untuk berkuliah di Seoul, Korea selatan. Pusatnya idol-idol dunia yang saat ini demamnya sudah merambah ke negaranya sendiri.
 Ketika Alfa bertanya-tanya mengapa ia harus berkuliah bisnis di Korea, Ayahnya beralasan bahwa Korea berpotensi tinggi dalam dunia bisnis sebagai negara maju. Jika ia ingin menjadi pebisnis hebat, maka setidaknya Alfa harus menguasai menancapkan taring bisnisnya di benua Asia lebih dulu. Tapi Alfa punya cerita sendiri yang ia yakini, mengapa Ayahnya menyuruh ia berkuliah disini, tidak lain karena ia dijadikan pionir untuk bisnis ayahnya yang menggurita. Ayahnya bahkan memegang saham cukup besar di salah satu perusahaan Korea atas nama dirinya.
Dibalik cerita-cerita Alfa tentang dunianya. Seorang gadis muncul dibalik rak berbeda. Ia tidak sengaja mendengar percakapan telepon seorang pemuda yang kini memunggunginya. Karena penasaran, ia mendekat dengan langkah kecil-kecil yang dibuat sealami mungkin, sehingga kini sudah berdiri di samping pemuda itu.
Kim A Rin, gadis berambut coklat tua sebahu itu mencuri pandang pemuda disebelahnya yang nampak serius melihat novel-novel berbahasa Inggris. Yang membuat A rin penasaran adalah, ketika pemuda itu bercakap menggunakan bahasa Eomma-nya, sudah lama ia tidak menggunakan bahasa itu di Korea. A rin ingin sesekali kali menggunakan bahasa itu dilingkungannya, tapi berhubung sebagian besar teman-temannya adalah warga Korea asli, A rin harus menghapus keinginan itu.
A rin, yang notabennya selalu easy going dengan siapapun, berusaha menyapa pemuda disebelahnya.
“Annyeonghaseyo[9],” A rin menyapa, yang refleks membuat pemuda disebelahnya menloleh.
A rin nampak terkejut dengan garis wajah itu. Tampan dan tegas. Matanya tajam dengan halis tebal yang kini bertaut karena heran mendengar ia menyapa.
A rin lalu kembali ke alam sadarnya, mengingat niat pertamanya untuk bertanya. “Orang Indonesia ya?”
Pemuda itu nampak tidak berniat untuk menjawab sama sekali. Ia justru menoleh kembali ke rak dam mengambil dua novel bahasa Inggris sambil lalu.
Arin nampak terkejut dengan sikap pemuda itu. Ia melirik kanan-kiri, bersyukur karena tidak ada orang lain di dekatnya. Ia bisa malu setengah mati karena tidak diacuhkan oleh seorang laki-laki. A rin mengerucutkan birbinya sambil berkacak pinggang. Kesal sekali dengan pemuda sombong itu. Ia kan hanya berniat berkenalan. Memang pemuda itu susah sekali ya untuk sekedar menjawab iya atau tidak?
“A rin-yaaa!” Seorang gadis sebaya dengan A rin muncul menghampiri dengan mata berbinar-binar.
A rin menoleh enggan kepada sahabatnya, Cho Ha Na. “Ha Na-yaa, aku sedang benar-benar kesal!”
Ha Na mengerutkan dahinya heran. “Weo? Musun iriya?[10]
A rin menggeleng kecil sambil mengurut pelipisnya yang bahkan tidak pusing sama sekali.
“Dengar, kau tidak akan kesal lagi kalau lihat berita ini Arin-yaa, dan sebaiknya kita cepat-cepat bergegas jika tidak ingin ketinggalan,”
“Weo?”
Ha Na menunjukan layar ponselnya dengan penuh semangat. “Minho Oppa, sedang filming reality show di kafe sekitar sini. Kau tidak ingin melihatnya?"
Wajah A rin mendadak cerah. “Jinjaaah? Jeongmall?[11]
Ha Na mengangguk antusias.
“Mengapa kau tidak meberitahuku sejak tadi Hana-ya. Kalau tahu begitu aku tidak perlu repot-repot mempermalukan diri di depan pemuda sombong tadi.”
Arin menarik lengan temannya dengan cepat keluar dari toko buku, tanpa tahu akan ada kebetulan lain yang menunggunya setelah ini.
**
Alfa mendengus kasar, dikembalikannya buku diatas rak yang tersedia. Dia bukannya tidak mendengarkan perkataan gadis berambut kecoklatan yang hanya memiliki tinggi sekitar sebahunya. Hanya saja dia tidak begitu menyukai orang asing.
Pemuda itu tidak bisa memungkiri, ada perasaan tidak terdefinisi ketika gadis yang tidak ia kenal tadi menyapanya dengan bahasa indonesia. Ia merasa hangat. Menggeleng pelan, mencoba menghapus pikiran liarnya, dia kembali mengambil novel terjemahan inggris yang sempat ia kembalikan ke rak buku.
Setelah memantapkan pilihannya, Alfa bergegas ke kasir, menyapa Ahjussi petugas toko yang sedang berkutat dengan buku ditangannya.
“Sillyehamnida,” sapanya. Kemudian ia menyodorkan buku bersampul biru laut pilihannya. “eotteohge?[12]
“5000 won. Kamsahamnida.”
Alfa hanya melempar senyum, kemudian bergegas pergi dari situ. Sekarang tujuannya hanya satu. Hollys Coffe. Tanpa tahu, sesuatu yang akan mengubah hidupnya, menghampirinya sebentar lagi.
***
A rin mengamit lengan Ha Na dengan antusias. Bertemu Choi Min Ho dalam jarak dekat adalah salah satu impiannya. Selama ini dia hanya melihatnya dari layar kaca, atau melihat secara langsung dari posisi paling belakang.
“Pelan-pelan Arin-yaa, kau bisa terjatuh.”
A rin melempar senyum, “Aku tidak mau ketinggalan melihat wajah Minho Oppa dari dekat Hana-yaa. Hollys Coffe lumayan jauh juga ya!”
Wajah A rin semakin berbinar ketika melihat Hollys Coffe didepan mata. Riuh pengunjung yang –mungkin- sebagian besar juga fans fanatic seperti dirinya, tidak ia pedulikan.
“Ha na-yaa, aku tidak boleh kalah dengan mereka!”
A rin merogoh tas kecilnya, mengeluarkan light stick berwarna hijau tosca dari sana, kemudian mengangkatnya tinggi-tinggi di udara.
“OPPA!”
Ha na tersenyum maklum. Sahabatnya ini, jika sudah menyangkut dengan Minho Shinee, tidak akan ada yang menghalangi jalannya, kecuali… tentu saja ada yang lebih fanatik dari A rin.
“Sudahlah A rin, Minho Oppa jauh sekali, lihatlah, yang terlihat hanya mata tajamnya yang bahkan tidak melihat ke arah kita. Lain kali, kita beli tiket konser Shinee saja ya? Beli yang paling depan.” Hana berupaya membujuk A rin.
A rin menggeleng, “Tidak, ini adalah kesempatan emas Hana-yaa, melihat konsernya pun, tetap akan berjarak kurang lebih sepuluh meter.”
Ha Na mengacak rambutnya frustasi. “A rin-yaa, jika kita bertahan, kita bisa terinjak.”
A rin mendengus, melepaskan genggaman sahabatnya, “Jika kau tidak mau, biar aku saja, tetapi jangan menyesal, jika aku bisa dapat free hug dari Minho Oppa!”
Ha na hanya menggeleng pasrah, melihat A rin yang mencoba menerobos puluhan gadis yang berteriak histeris ketika Minho melempar senyum.
“Kyaaaa! Meosjin![13]
A rin mendesah, harusnya dengan tubuh yang kecil, ia bisa menyelinap kedepan, tetapi sekarang, ia malah merasa semakin terdorong.
Tidak berapa lama setelah itu, Min ho berdiri. Kemudian berkata, “Annyeong!” yang membuat seluruh wanita yang ada disana berteriak histeris.
Kontan, hal itu membuat perempuan-perempuan disamping A rin merentangkan tangan, dan berteriak, hingga tanpa sadar mendorong tubuh A rin.
A rin yang merasa tubuhnya terdorong, hanya menutup mata pasrah. Berharap tubuhnya hanya merasakan dinginnya lantai, bukan terinjak oleh rekan seperjuangannya.
“Aya![14]
Gadis berambut coklat tua itu memekik dengan spontan. Berberapa detik berlalu, tetapi ia tidak merasa tersungkur, bahkan ia tak merasakan punggungnya remuk. Anehnya, ia malah merasa berada dalam dekapan seseorang.
**
Alfa merutuk dalam hati, ia merasa sangat aneh ketika melihat Hollys Coffe dari kejauhan, tidak biasanya tempat nongkrongnya menjadi sangat ramai seperti ini. Meski ragu, ia melangkahkan kaki untuk masuk.
Mengedarkan pandangan, ia terheran, puluhan gadis berteriak histeris di sisi timur Hollys Coffe. Ia memutar bola mata bosan, fan’s meeting? Jadi ini, yang membuat Caffe ini begitu ramai?
Alfa kembali merutuk kesal, ketika sisi bagian barat juga benar-benar penuh, yang tersisa hanya satu meja dekat kasir, letaknya sangat berdekatan dengan gadis-gadis berisik itu. Apa boleh buat? Sepertinya minum di Apartemen bukan hal buruk. Pikirnya.
Alfa benci keramaian, apalagi gadis-gadis kurang kerjaan yang begitu memuja sosok yang sama sekali tidak mereka kenal. Sejujurnya ia benar-benar merasa terganggu dengan teriakan gadis-gadis itu.
Mencoba tenang, ia berjalan perlahan menuju kasir. Hingga langkahnya terhenti karena sesosok gadis hampir menubruk dirinya. Entah mendapat reflek darimana, Alfa mengulurkan tangan, dan membawa gadis itu dalam dekapan.
Dipandangnya gadis yang terlihat masih memejamkan mata. Gadis ini terlihat begitu familiar di mata Alfa. Dan seringai tak luput di bibir tipis pemuda tampan itu.
“Mau sampai kapan kamu ada dalam dekapan saya?”
A rin mengerjapkan mata, dan yang dilihatnya pertama kali adalah mata obsidian yang memandangnya tajam. Pemuda ini…
“Kau?!”
Gadis itu kembali memekik, dan spontan melepaskan diri dari dekapan pemuda dihadapannya. Hingga tanpa sadar dia hilang keseimbangan, dan terjatuh dengan kepala terantuk meja.
“Sakit.” A rin merutuk dalam bahasa indonesia.
“Merepotkan.” Tanpa pikir panjang, Alfa menarik lengan A rin, dan meninggalkan Hollys Coffe yang masih riuh dengan teriakan para gadis.
-To be Continued-

[1] Kota yang menjadi kawasan khusus industri penerbitan dan segala hal terkait dunia literer;  toko buku, dll.
[2] Permisi.
[3] Ya, apa.
[4] Tidak, tidak apa-apa.
[5] Ah begitu? Terima kasih.
[6] Bursa efek Korea Selatan, pusat perdagangan surat-surat berharga; saham, obligasi.
[7] Pialang saham.
[8] Ya, Ayah.
[9] Hello, hai, permisi.
[10] Kenapa? Ada apa?
[11] Benarkah? Sungguh?
[12] Berapa?
[13] Tampan
[14] Aduh!

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------
kalian dapat menemukan cerita serupa disini : Irish part 1 Nita
sampai jumpa di chapter 2 ;;))