Agape
Satu titik dimana cinta dimulai…
*
Aku
adalah sebuah planet, tubuhku bulat, kalian pasti tahu itu. Dan pasti aku tidak
perlu mendefinisikan bagaimana bentuk wajahku bukan? Karena kalian tidak akan
mengenaliku. Aku sendiri tidak mengerti bagaimana bentuk pasti wajahku. Kau tahu,
di luar angkasa tidak ada cermin. Tidak mau bernarsis diri, kalian harus tahu aku
memang tampan.
Meski
terkadang aku kalah saing dengan si tua Jupiter, atau tidak wibawa seperti
Neptunus atau Saturnus, aku cukup bangga pada diriku, aku bisa memikat wanita. Tetapi
tidak ada satupun yang bisa menarik hatiku, entah karena bawaan hatiku, atau
demi kulitku yang berwarna biru.
Saat
ini angkasa begitu bebas, kami para penghuni angkasa diberi kebebasan untuk
melayang sesuka kami dimanapun. Bahkan Matahari sedang tertawa-tawa dengan
Bellatrix. Hah, aku rasa mereka sedang jatuh cinta.
Merasa
sendiri karena bosan, aku berjalan-jalan mengarungi angkasa bebas di Bima
Sakti. Hingga akhirnya si kecil Merkurius menyapaku, “Hei Kak Beku!” begitu
katanya.
“Apa
maksudmu dengan memanggilku begitu?” tanyaku padanya.
Dia
tertawa kecil, membuatku naik pitam. “Hei-hei sabar Kak, aku hanya berkata
sebenarnya, heran deh. Kakak dingin, tetapi banyak sekali yang naksir.”
Aku
menyeringai sambil menatapnya. “This is
me.” Sahutku singkat.
Merkurius
tersenyum mengejek, “Percuma, kau punya pesona tetapi tidak ada satupun yang
menarik hatimu. Lebih baik aku, Venus telah menantiku di barat daya Bima Sakti.”
Aku
hanya mendengus kesal, sial aku kalah dengan anak kecil. Mungkin memang saatnya
aku membuka hati. Mungkin.
Berkeliling
Bima Sakti membuatku jengah, bagaimana tidak? Sahabat-sahabatku sedang
berbincang dengan pasangannya masing-masing. Bahkan, Si Tua Jupiter sedang
berdansa dengan Hera (Jangan bertanya bagaimana planet berdansa. Bayangkan saja.)
“Permisi,”
Oh, demi warna merah yang dimiliki Mars, sekarang apalagi? Aku mendengar suara
lembut dibelakangku.
“Permisi,”
aku berbalik badan, kemudian terperangah. Demi Saturnus yang tidak pernah
melepaskan cincin, akhirnya Tuhan mengirimkan bidadarinya untukku!
“Ada
apa?” sahutku datar. Kau tahu, aku adalah tipe laki-laki yang sedikit jual
mahal.
“Aku
dari Galaksi Andromeda, sepertinya Black
Hole membawaku kesini, aku tersesat.”
“Siapa
namamu?”
“Aranea.”
Aranea,
namanya begitu manis. Seperti dirinya, kalian tahu? Warna Violetnya membuatku
enggan beralih menatapnya.
“Um…
Tuan Planet Biru, bisakah anda membantuku?”
Aku
menghela napas, “Aranea berhenti memanggilku dengan Tuan-Planet-Biru. Panggil saja aku Uranus. Ayo ikut aku, mungkin
Matahari bisa membantumu.”
Aku
membawanya pada Matahari, tetapi aku tidak berani dekat-dekat, bangsa bintang
bisa membakarmu perlahan.
“Hei
Uranus, lama tidak berjumpa. Sepertinya kau sudah menemukan calon isterimu ya?”
kata Matahari kepadaku.
Aku
menyeringai, melirik Aranea yang menunduk malu-malu.
“Dia
dari Andromeda, dan dia ingin kembali ke tempat asalnya.” Ujarku kemudian.
“Sayang
sekali, aku rasa wanitamu harus menetap disini, kita sama-sama tahu jarak Bima
Sakti dan Andromeda cukup jauh, ribuan juta cahaya.”
Aku
melirik Aranea yang menunduk, sepertinya dia sangat sedih. Setelah membawanya
ke sisi Tenggara Bima Sakti, aku bergumam lembut, “Menangislah, tidak apa-apa
menangislah. Aku tahu ini pasti berat bagimu.”
Aranea
mendongak, menatapku lekat. Hingga tak lama kemudian yang aku dengar isak
tangisnya yang tidak kunjung reda. Aku memang belum lama mengenalnya. Tetapi aku
merasa sesak jika dia terus menangis seperti ini.
“Aranea,
apa yang ada di Andromeda sehingga membuatmu sebegini sedih?”
“Kau
tahu, Andromeda punya banyak sosok yang aku sayang. Disana banyak kenangan. Disana
membuatku merasa terjaga.”
Entah
mendapat dorongan dari mana aku bertanya, “Apa kau telah memiliki kekasih?”
Dia
menggeleng singkat, membuatku menyunggingkan senyum.
“Kamu
tidak perlu khawatir. Ada aku disini, aku akan menjagamu.”
Dia
hanya tersenyum, aku tidak mengerti makna dibalik senyumnya. Semoga saja
pertanda baik.
*
Setelahnya,
hubungan kami semakin dekat. Dia… wanita yang bisa mengertiku sepenuhnya, dan
aku akan menyatakan perasaanku saat ini, diantara nebula yang berbaris indah.
Aranea
adalah wanita yang tangguh, dia juga pribadi yang mudah bersahabat. Meski baru
sebentar tinggal di Bima Sakti, dia sudah berbincang akrab dengan para planet,
bahkan pada Bangsa Bintang.
Melihatnya
sedang berbincang dengan Venus, aku berinisiatif memanggilnya. Dia tersenyum
menatapku, senyum yang hangat, senyum yang hanya dia tunjukan untukku. membuatku
mencintainya lebih dari apapun.
“Aranea.”
Panggilku.
“Ya,
ada apa?”
“S’ agapau.”
Dia
tersenyum, “Memangnya kamu tahu apa definisi cinta?”
Belum
sempat aku menjawab, Bima Sakti menjadi riuh tak terkira, Bangsa Meteor
kembali, akan mencoba menghancurkan Galaksi sebentar lagi.
“Semua!
Lindungi orang-orang yang kalian sayangi!” sahut Matahari dengan lantangnya.
“Aku
dan Bangsa Bintang akan mencoba melindungi Bangsa Planet sebisa kami.”
Aku
berjanji, akan melindungi Aranea. Apapun yang terjadi.
Matahari
dan Para Bintang berada pada jajaran paling depan, sedangkan aku mencoba
melindungi Aranea yang berada dibelakangku. Aku berbisik kepadanya, “Kita akan
hidup bahagia setelah ini. Berjanjilah padaku.”
Bangsa
Bintang sedang berjuang mati-matian, tetapi otak licik Meteor selalu tidak bisa
ditebak, entah bagaimana itu terjadi, Meteor berukuran raksasa berjalan ke
arahku dengan kekuatan penuh. Bisa dipastikan aku hancur sebentar lagi.
Meteor
itu terus mengeliminasi jarak yang ada, hingga aku tersadar tubuh violet Aranea
berada di depanku. Dia menatapku lembut.
“Apa
yang kau lakukan? Biarkan aku mati karena melindungimu Aranea! Ini definisi
cintaku, Cinta adalah saat dimana kamu bisa hidup!” teriakku frustasi.
Aku
ingin membalikan keadaan, tetapi jarak untuk berputar sudah tidak memungkinkan.
“Uranus, bagiku cinta adalah pengorbanan. Terimakasih untuk cintamu. Aku juga mencintaimu.”
Aku
tetap melakukan gerakan berputar sebisaku, bisa aku rasakan meteor itu telah
menghantam kami, aku merasakan ledakan yang begitu dahsyat. Hingga aku merasa,
aku pasti sudah mati.
*
Entah
apa yang terjadi, aku merasakan tubuhku berputar berkeliling, ini terasa aneh,
karena aku merasa sumbu porosku bergeser. Mengerjapkan mata aku melihat
sekeliling.
“Kau
sudah sadar Nak?” Neptunus bertanya kepadaku.
“Apa
yang terjadi? Dimana Aranea?”
Aku
lihat raut muka Neptunus berubah sendu. Apa yang terjadi sebenarnya? Dan kenapa
aku jadi mengelilingi Matahari bersama Bangsa Planet?
“Aranea
meledak. Karena menyelamatkanmu. Aku rasa dia benar-benar mencintaimu Nak.”
Aku
terperangah, kenapa aku tahu dia mencintaiku, tepat dimana dia harus
meninggalkanku pergi untuk selamanya?
“Setelah
pertempuran itu, berberapa planet terhisap black
hole, kita yang tersisa jadi mengorbit pada Matahari. Sedangkan Bangsa
Meteor dilatakan pada tempat yang jauh. Mungkin Sang Pencipta ingin kita
berhenti berkelahi.”
“Tapi
kenapa Aranea yang harus menjadi korban? Kenapa bukan aku saja?”
Kini,
Saturnus yang angkat bicara. “Kau juga korban bodoh! Lihat, sumbu porosmu yang
miring hampir seratus derajat. Itu juga karena usahamu menyelamatkan Aranea.”
Aku
menangis, dan untuk pertama kalinya Uranus menangis. Bagaimana perasaanmu,
ketika melihat orang yang kau cintai kehilangan nyawa karenamu? Bukankah rasanya
kau sama sekali tidak berguna?
“Uranus,
hargailah pengorbanan Aranea. Jangan biarkan ledakannya berujung sia-sia. Berhentilah
terpuruk!” Si Tua Jupiter juga mulai menasehatiku.
“Kalian
berhentilah bicara. Kalian tidak tahu rasanya.”
“Kami
tahu! Lihatlah sekelilingmu! Bukan hanya kau yang kehilangan! Banyak planet
yang terhisap black hole. Berhentilah menangis seperti bayi! Jangan buat Aranea
menyesal karena mencintaimu.” Jerit Venus.
Aku
hanya menghela napas kasar. Hatiku terlalu kacau untuk menerima ini semua. Aku tersenyum
miris mengingat definisi cintanya, sebelum maut memisahkan kami. Cinta adalah
pengorbanan. Begitu katanya.
Dan
memang benar, sekarang. Jika para manusia penghuni Bumi menyebutku unik karena
sumbu porosku yang miring, itu semua salah. Karena ini adalah tanda
pengorbanan. Tanda pengorbanan dari seseorang yang begitu aku cintai. Bukti cinta
dari Aranea untukku.
-END-
*
kyaaaaa ancur ancurr -_- pengen coba yang beda tapi jadinya kayak gini huhuhu :( maaf jika mengecewakan, aku sedang tidak suka happy end, dan gatau kenapa ide ini ngalir ajaa..
dan aku juga mau berterimakasih untuk para pembaca tampan tak tergenggam yang sampai menitikan air mata waktu baca. meski uthe gatau ada apanyaa sampai pada nangis hehehe
maaf jika fict ini jauh dr sempurna, maklum setengah semester ga nulis kan *sok sibuk* *ditabok* jujur ini cuman bikin 2 jam ckckck
sampai berjumpa di cerita lain, salam bintang dandelion!
warm regard,
@ruthenirmalaa
0 komentar:
Posting Komentar