RSS

Jumat, 23 Januari 2015

Agape *cerpen*



Agape


Satu titik dimana cinta dimulai…

*
Aku adalah sebuah planet, tubuhku bulat, kalian pasti tahu itu. Dan pasti aku tidak perlu mendefinisikan bagaimana bentuk wajahku bukan? Karena kalian tidak akan mengenaliku. Aku sendiri tidak mengerti bagaimana bentuk pasti wajahku. Kau tahu, di luar angkasa tidak ada cermin. Tidak mau bernarsis diri, kalian harus tahu aku memang tampan.

Meski terkadang aku kalah saing dengan si tua Jupiter, atau tidak wibawa seperti Neptunus atau Saturnus, aku cukup bangga pada diriku, aku bisa memikat wanita. Tetapi tidak ada satupun yang bisa menarik hatiku, entah karena bawaan hatiku, atau demi kulitku yang berwarna biru.

Saat ini angkasa begitu bebas, kami para penghuni angkasa diberi kebebasan untuk melayang sesuka kami dimanapun. Bahkan Matahari sedang tertawa-tawa dengan Bellatrix. Hah, aku rasa mereka sedang jatuh cinta.

Merasa sendiri karena bosan, aku berjalan-jalan mengarungi angkasa bebas di Bima Sakti. Hingga akhirnya si kecil Merkurius menyapaku, “Hei Kak Beku!” begitu katanya.

“Apa maksudmu dengan memanggilku begitu?” tanyaku padanya.

Dia tertawa kecil, membuatku naik pitam. “Hei-hei sabar Kak, aku hanya berkata sebenarnya, heran deh. Kakak dingin, tetapi banyak sekali yang naksir.”

Aku menyeringai sambil menatapnya. “This is me.” Sahutku singkat.

Merkurius tersenyum mengejek, “Percuma, kau punya pesona tetapi tidak ada satupun yang menarik hatimu. Lebih baik aku, Venus telah menantiku di barat daya Bima Sakti.”

Aku hanya mendengus kesal, sial aku kalah dengan anak kecil. Mungkin memang saatnya aku membuka hati. Mungkin.

Berkeliling Bima Sakti membuatku jengah, bagaimana tidak? Sahabat-sahabatku sedang berbincang dengan pasangannya masing-masing. Bahkan, Si Tua Jupiter sedang berdansa dengan Hera (Jangan bertanya bagaimana planet berdansa. Bayangkan saja.)

“Permisi,” Oh, demi warna merah yang dimiliki Mars, sekarang apalagi? Aku mendengar suara lembut dibelakangku.

“Permisi,” aku berbalik badan, kemudian terperangah. Demi Saturnus yang tidak pernah melepaskan cincin, akhirnya Tuhan mengirimkan bidadarinya untukku!

“Ada apa?” sahutku datar. Kau tahu, aku adalah tipe laki-laki yang sedikit jual mahal.

“Aku dari Galaksi Andromeda, sepertinya Black Hole membawaku kesini, aku tersesat.”

“Siapa namamu?”

“Aranea.”

Aranea, namanya begitu manis. Seperti dirinya, kalian tahu? Warna Violetnya membuatku enggan beralih menatapnya.

“Um… Tuan Planet Biru, bisakah anda membantuku?”

Aku menghela napas, “Aranea berhenti memanggilku dengan Tuan-Planet-Biru. Panggil saja aku Uranus. Ayo ikut aku, mungkin Matahari bisa membantumu.”

Aku membawanya pada Matahari, tetapi aku tidak berani dekat-dekat, bangsa bintang bisa membakarmu perlahan.

“Hei Uranus, lama tidak berjumpa. Sepertinya kau sudah menemukan calon isterimu ya?” kata Matahari kepadaku.

Aku menyeringai, melirik Aranea yang menunduk malu-malu.

“Dia dari Andromeda, dan dia ingin kembali ke tempat asalnya.” Ujarku kemudian.

“Sayang sekali, aku rasa wanitamu harus menetap disini, kita sama-sama tahu jarak Bima Sakti dan Andromeda cukup jauh, ribuan juta cahaya.”

Aku melirik Aranea yang menunduk, sepertinya dia sangat sedih. Setelah membawanya ke sisi Tenggara Bima Sakti, aku bergumam lembut, “Menangislah, tidak apa-apa menangislah. Aku tahu ini pasti berat bagimu.”

Aranea mendongak, menatapku lekat. Hingga tak lama kemudian yang aku dengar isak tangisnya yang tidak kunjung reda. Aku memang belum lama mengenalnya. Tetapi aku merasa sesak jika dia terus menangis seperti ini.

“Aranea, apa yang ada di Andromeda sehingga membuatmu sebegini sedih?”
“Kau tahu, Andromeda punya banyak sosok yang aku sayang. Disana banyak kenangan. Disana membuatku merasa terjaga.”

Entah mendapat dorongan dari mana aku bertanya, “Apa kau telah memiliki kekasih?”

Dia menggeleng singkat, membuatku menyunggingkan senyum.

“Kamu tidak perlu khawatir. Ada aku disini, aku akan menjagamu.”

Dia hanya tersenyum, aku tidak mengerti makna dibalik senyumnya. Semoga saja pertanda baik.
*
Setelahnya, hubungan kami semakin dekat. Dia… wanita yang bisa mengertiku sepenuhnya, dan aku akan menyatakan perasaanku saat ini, diantara nebula yang berbaris indah.

Aranea adalah wanita yang tangguh, dia juga pribadi yang mudah bersahabat. Meski baru sebentar tinggal di Bima Sakti, dia sudah berbincang akrab dengan para planet, bahkan pada Bangsa Bintang.

Melihatnya sedang berbincang dengan Venus, aku berinisiatif memanggilnya. Dia tersenyum menatapku, senyum yang hangat, senyum yang hanya dia tunjukan untukku. membuatku mencintainya lebih dari apapun.

“Aranea.” Panggilku.

“Ya, ada apa?”

S’ agapau.

Dia tersenyum, “Memangnya kamu tahu apa definisi cinta?”

Belum sempat aku menjawab, Bima Sakti menjadi riuh tak terkira, Bangsa Meteor kembali, akan mencoba menghancurkan Galaksi sebentar lagi.

“Semua! Lindungi orang-orang yang kalian sayangi!” sahut Matahari dengan lantangnya.

“Aku dan Bangsa Bintang akan mencoba melindungi Bangsa Planet sebisa kami.”

Aku berjanji, akan melindungi Aranea. Apapun yang terjadi.

Matahari dan Para Bintang berada pada jajaran paling depan, sedangkan aku mencoba melindungi Aranea yang berada dibelakangku. Aku berbisik kepadanya, “Kita akan hidup bahagia setelah ini. Berjanjilah padaku.”

Bangsa Bintang sedang berjuang mati-matian, tetapi otak licik Meteor selalu tidak bisa ditebak, entah bagaimana itu terjadi, Meteor berukuran raksasa berjalan ke arahku dengan kekuatan penuh. Bisa dipastikan aku hancur sebentar lagi.

Meteor itu terus mengeliminasi jarak yang ada, hingga aku tersadar tubuh violet Aranea berada di depanku. Dia menatapku lembut.

“Apa yang kau lakukan? Biarkan aku mati karena melindungimu Aranea! Ini definisi cintaku, Cinta adalah saat dimana kamu bisa hidup!” teriakku frustasi.

Aku ingin membalikan keadaan, tetapi jarak untuk berputar sudah tidak memungkinkan. “Uranus, bagiku cinta adalah pengorbanan. Terimakasih untuk cintamu. Aku juga mencintaimu.”

Aku tetap melakukan gerakan berputar sebisaku, bisa aku rasakan meteor itu telah menghantam kami, aku merasakan ledakan yang begitu dahsyat. Hingga aku merasa, aku pasti sudah mati.

*
Entah apa yang terjadi, aku merasakan tubuhku berputar berkeliling, ini terasa aneh, karena aku merasa sumbu porosku bergeser. Mengerjapkan mata aku melihat sekeliling.

“Kau sudah sadar Nak?” Neptunus bertanya kepadaku.

“Apa yang terjadi? Dimana Aranea?”

Aku lihat raut muka Neptunus berubah sendu. Apa yang terjadi sebenarnya? Dan kenapa aku jadi mengelilingi Matahari bersama Bangsa Planet?

“Aranea meledak. Karena menyelamatkanmu. Aku rasa dia benar-benar mencintaimu Nak.”

Aku terperangah, kenapa aku tahu dia mencintaiku, tepat dimana dia harus meninggalkanku pergi untuk selamanya?

“Setelah pertempuran itu, berberapa planet terhisap black hole, kita yang tersisa jadi mengorbit pada Matahari. Sedangkan Bangsa Meteor dilatakan pada tempat yang jauh. Mungkin Sang Pencipta ingin kita berhenti berkelahi.”

“Tapi kenapa Aranea yang harus menjadi korban? Kenapa bukan aku saja?”

Kini, Saturnus yang angkat bicara. “Kau juga korban bodoh! Lihat, sumbu porosmu yang miring hampir seratus derajat. Itu juga karena usahamu menyelamatkan Aranea.”

Aku menangis, dan untuk pertama kalinya Uranus menangis. Bagaimana perasaanmu, ketika melihat orang yang kau cintai kehilangan nyawa karenamu? Bukankah rasanya kau sama sekali tidak berguna?

“Uranus, hargailah pengorbanan Aranea. Jangan biarkan ledakannya berujung sia-sia. Berhentilah terpuruk!” Si Tua Jupiter juga mulai menasehatiku.

“Kalian berhentilah bicara. Kalian tidak tahu rasanya.”

“Kami tahu! Lihatlah sekelilingmu! Bukan hanya kau yang kehilangan! Banyak planet yang terhisap black hole. Berhentilah menangis seperti bayi! Jangan buat Aranea menyesal karena mencintaimu.” Jerit Venus.

Aku hanya menghela napas kasar. Hatiku terlalu kacau untuk menerima ini semua. Aku tersenyum miris mengingat definisi cintanya, sebelum maut memisahkan kami. Cinta adalah pengorbanan. Begitu katanya.

Dan memang benar, sekarang. Jika para manusia penghuni Bumi menyebutku unik karena sumbu porosku yang miring, itu semua salah. Karena ini adalah tanda pengorbanan. Tanda pengorbanan dari seseorang yang begitu aku cintai. Bukti cinta dari Aranea untukku.

 -END-

*
kyaaaaa ancur ancurr -_- pengen coba yang beda tapi jadinya kayak gini huhuhu :( maaf jika mengecewakan, aku sedang tidak suka happy end, dan gatau kenapa ide ini ngalir ajaa..
dan aku juga mau berterimakasih untuk para pembaca tampan tak tergenggam yang sampai menitikan air mata waktu baca. meski uthe gatau ada apanyaa sampai pada nangis hehehe
maaf jika fict ini jauh dr sempurna, maklum setengah semester ga nulis kan *sok sibuk* *ditabok* jujur ini cuman bikin 2 jam ckckck
sampai berjumpa di cerita lain, salam bintang dandelion!

warm regard,
@ruthenirmalaa

0 komentar:

Posting Komentar