RSS

Sabtu, 05 Maret 2016

IRISH (무지개) - Chapter Two



Chapter Two


Alfa menyalakan mesin penghangat di Apartemen, lalu merebahkan tubuhnya di kasur. Setelah seharian penuh menghabiskan waktu di kota Paju, ia hanya ingin beristirahat dengan tenang.
Sekonyong-konyong, rangkaian kejadian hari ini melintas dipikirannya. Ia merubah posisi tubuhnya menjadi duduk di atas kasur, sambil memijat pelipis yang sama sekali tidak pusing. Gadis-gadis fan girl di Kafe itu sudah merusak rencana liburannya yang tenang, terutama satu gadis  berambut coklat tua yang bahkan ditemuinya dua kali dalam sehari. Pertama, gadis itu menyapanya dengan bahasa Indonesia di Toko Buku. Kedua, gadis itu bahkan menindihnya di Kafe. Alfa mengerutkan kening, bahkan saat ini wajah polos itu terekam jelas dalam ingatannya. Ia menggeleng kecil, berusaba menghapus bayangan wajah itu dengan memejamkan mata, memilih tidur.
**

Alfa memang gila dalam belajar, tapi ia tidak sampai hati untuk mengambil semester panjang di musim liburan. Ia hanya ingin menikmati sisa-sisa libur musim semi dengan tenang tanpa perlu pusing memikirkan kontrak perkuliahan. Meski begitu, tidak sedikit mahasiswa Seoul University yang mengambil semester panjang ataupun mahasiswa yang hanya sekedar nongkrong, membuat kampus tidak pernah sepi. Alfa salah satu mahasiswa itu. Diam di Apartemen hanya akan membuat pikirannya dipenuhi hal-hal berat seperti mengurus saham, jadi ia memilih duduk-duduk di rerumputan sekitar Taman fakultas yang teduh sambil membaca buku yang sempat dibeli di kota Paju.
Alfa sempat larut dalam bacaannya, sampai suara nyaring perempuan terdengar sedang menyanyikan sebuah lagu yang asing ditelinganya, membuatnya mendongak mencari sumber suara. Alfa mengedarkan pandangan, lalu melihat seorang gadis berkuncir kuda yang berjalan dengan langkah kelewat ceria ke arahnya. Gadis itu nampak asik mendengarkan lagu lewat earphone.
Banyak yang berkata, jika kita sampai bertemu dengan seseorang hingga tiga kali berturut-turut, itu berarti jodoh. Alfa hafal primbon tua itu, tapi ia tidak ingin memercayai yang satu ini. Gadis itu, yang sedang berjalan ke arah Taman dimana dirinya sedang duduk selonjoran adalah gadis yang sama dengan yang ditemuinya di Toko buku kota Paju dan yang menindihnya di Kafe. Alfa seratus persen yakin karena ia masih mengingat penuh wajahnya.
Mata Alfa tidak lepas melihat gadis yang sedang menggumamkan lagu dalam bahasa Korea itu, sampai mata mereka bertemu karena gadis itu mendongak dari ponselnya dan melihat tepat pada Alfa.
Alfa mengalihkan dengan cepat pandangannya ke sembarang arah, tanpa tahu gadis itu justru memghampirinya dengan senyum yang terpatri diwajah.
“Oppa! Kita ketemu lagi. Wow ini sangat membuatku terkejut!”
“Oppa?” Alfa mengulang dalam hati. Ia akhirnya tidak punya pilihan untuk tidak melihat gadis yang kini berdiri dihadapannya.
Gadis itu ikut duduk menyila dihadapan Alfa.
“Kenalkan, namaku Kim A Rin, nama Indonesiaku cukup Arin. Aku tahu Oppa orang Indonesia. Senang bisa berkenalan!” Kim A rin, gadis itu, menyodorkan tangannya, menunggu untuk dijabat.
Alfa yang sempat ragu untuk menyambut tangan itu, akhirnya menjabat. “Alfa.” Jawabnya singkat.
“Wow...” A rin membulatkan suara, “kau tidak sesombong yang aku pikir. Aku kira kau akan bangkit berdiri dan pergi seperti di toko buku kemarin. Mian[1], untuk pikiran yang sempat terlintas itu, Alfa Oppa.”
“Saya memang sempat punya pikiran untuk pergi dan niat itu sampai sekarang masih berlaku,” Alfa bangkit berdiri, membuat A rin mengerutkan kening. Pemuda itu menatap A rin sebelum pergi. “Saya tidak tahu kamu stalker atau terserah apapun namanya hingga kita bisa ketemu lagi bahkan di Kampus ini. Tapi satu hal, stop panggil saya Oppa. Itu terdengar seperti kita berteman akrab.”
A rin bergegas berdiri ketika Alfa melangkah pergi menjauhinya. “Yaa![2]” Ia berseru keras, berlari mengekori Alfa.
“Kenapa kau begitu menyebalkan? Oh jeongmall!” A rin mengikuti langkah besar-besar Alfa.
“Dan jangan sebut aku stalker! Aku juga kuliah disini. Dan aku datang ke Fakultas ini untuk bertemu temanku, jangan seserius itu. Aku bukan penguntit.” A rin menuntaskan kalimatnya, lalu pergi setelah sebelumnya menjulurkan lidah karena kesal.
Alfa mendadak menghentikan langkahnya demi melihat sikap A rin yang seperti anak kecil. Bahkan tinggi perempuan itu mengingatkannya pada sepupunya di Indonesia yang baru masuk sekolah menengah. Ia sempat ragu mendengar A rin mengaku sebagai mahasiswa di Kampus ini juga.
Melihat punggung A rin yang berayun kesana-kemari seirama dengan langkah kakinya yang ceria, Alfa mengukir senyum tipis. Tidak tahu dorongan darimana.
**
A rin memasukkan uang koin ke dalam mesin minuman, lalu mengambil dua soft drink. Ia kembali menyusuri koridor Fakultas ekonomi bisnis sembari menunggu Ha Na yang sedang mengambil SKS tambahan. A rin berhenti di depan sebuah mading, melihat tulisan-tulisan yang didominasi oleh hangul. Ia tertarik melihat pojok tulisan bahasa Inggris, lalu melihat sebuah artikel yang menempel dengan nama yang tidak asing. Alfa Wira Utomo.
A rin membaca tulisan itu sampai habis. Hingga Ha Na yang muncul dibalik koridor menyerukan namanya. “A rin-ya!”
A rin menghampiri Ha Na, lantas memberikan sekaleng soft drink yang dibelinya. Ia terdorong untuk bertanya satu hal yang baru saja membuatnya penasaran. A rin menatap sahabatnya itu dengan serius. “Ha Na-ya, aku boleh tanya sesuatu?”
Ha Na balas menatap A rin dengan bingung. “Sejak kapan kau ingin bertanya kepadaku sampai harus izin dulu?”
“Anyo, bukan begitu. Aku hanya penasaran satu hal,”
“Tentang apa?” Ha Na ikut penasaran.
“Tadi aku tidak sengaja baca artikel dalam bahasa Inggris di mading. Nama penulisnya Alfa Wira Utomo. Kau kenal dia?”
Ha Na mengangguk. “Tentu saja kenal. Siapa juga di fakultas ini yang tidak mengenalnya.”
Air wajah A rin berubah. Ia menunggu informasi selanjutnya.
“Memangnya dia terkenal?” A rin berusaha memancing.
“Sangat terkenal. Mahasiswa di fakultas ini bahkan menjuluki Alfa sunbae[3] sebagai Incredible namja[4]. Ah jeongmall, aku kadang-kadang heran dengan peribahasa mereka.” Ha Na mengedikan bahu sekali, lalu menegak habis sisa soft drink-nya.
“Dia seniormu?”
“O[5]. Kakak tingkatku. Tunggu, kenapa kau begitu tertarik dengan Alfa sunbae? Kau kenal dia?”
Arin menggeleng keras. “Anyo. Hanya penasaran. Sepertinya dia orang pintar.”
Ha Na mengangguk lagi. “Alfa sunbae memang sangat pintar. Di fakultas ini banyak sekali yang menyukainya. Kau pasti terkejut Arin-ya, jika gadis seperti kita tergila-gila dengan idol, gadis-gadis di fakultas ini akan lebih sibuk berebut perhatian Alfa Sunbae.”
“Daebak![6]” Mata A rin membelalak tidak percaya. Jadi pemuda Indonesia yang baru dikenalnya itu sangat berpengaruh di Kampus ini?
Ia kembali menatap Ha Na dengan wajah penasaran. “Apa kau salah satu gadis yang menyukai dia?”
Ha Na terkekeh pelan. Ia mengibaskan tangan kanannya di depan wajah A rin. “Anyo, karena aku tahu Alfa sunbae tidak tertarik dengan gadis Korea.”
“Mwo?[7]” Kening A rin berkerut, terkejut dengan pernyataan Ha Na.
“Dia bahkan hanya berbicara dengan gadis-gadis bule di kampus ini A rin-ya. Ah iya, aku dengar dia orang Indonesia. Bukankah Eomma-mu dari Indonesia juga?”
A rin tidak merespon lebih jauh, tidak tertarik dengan informasi yang terakhir. Ia hanya memikirkan pernyataan Ha Na sebelumnya. Alfa tidak suka dengan gadis Korea? Kenapa mendadak ia merasa kalah sebelum perang?
**
A rin menyusuri Fakultas Ekonomi, Seoul University dengan langkah gontai. Perkataan Ha Na membuatnya berpikir dan merasa, sehingga pusing tengah melandanya sekarang.
Alfa Wira Utomo, lagi-lagi nama Pemuda yang tiga kali bertemu tanpa sengaja dengannya, kembali mengusik batinnya, hingga ia merasa hatinya berdesir, disusul rasa sesak yang ia sendiri tidak tahu apa.
Alfa tidak suka gadis korea. Lagi-lagi pernyataan itu sangat membuat hatinya sesak. Apa benar A rin jatuh cinta? Gadis itu meletakan kedua tangan di depan dada, merasakan jantungnya berdegup cepat, tiap kali wajah Alfa hadir dalam pikiran.
A rin belum pernah jatuh cinta sebelumnya, selama dua puluh tahun hidupnya, Ia hanya memuja tokoh idol kesayangannya. Ia tak pernah mencinta karena ia takut terluka. Tetapi takdir tak selalu menyenangkan, karena faktanya ia telah merasakan segenggam luka, bahkan ketika ia pertama kali berusaha untuk mencinta.
“Kalau jalan hati-hati.”
A rin mendongak, ketika suara baritone yang kini mulai tak asing, berbicara dengannya menggunakan bahasa Indonesia. Alfa.
“Kau membuat buku yang aku bawa jatuh.”
A rin mengerjapkan mata, tersadar ia tadi menyenggol bahu seseorang, yang sekarang ia yakini adalah Alfa.
“Joesonghabnida[8], Oppa.”
Gadis itu berjongkok, membantu Alfa memunguti bukunya yang tercecer. Sedangkan Alfa mendengus, memalingkan muka.
“Kenapa kau bisa ceroboh sekali?”
Mata A rin terasa panas, perkataan Alfa membuatnya ingin menangis.
“Mianhae[9], Oppa.” ucapnya dengan suara bergetar, sambil menyerahkan buku milik Alfa kepada sang empunya.
“Asal kautahu, Korea terasa begitu sempit, ketika aku bertemu denganmu.”
Rasanya, A rin sekarang ingin menangis keras, rasanya lebih menyakitkan dibanding dengan kehabisan tiket konser idolanya.
“Apa Oppa membenci gadis Korea? Apa Oppa… membenciku?”
Alfa mendengus, menggeleng pelan, lalu meninggalkan A rin sendirian. Dan saat itu juga, satu tetes air, jatuh dari pelupuk mata A rin.
**
Sudah setengah jam Alfa menyibukkan diri di Perpustakaan. Tetapi, ia sama sekali tidak bisa fokus. Gadis yang ia ketahui bernama Kim A rin terus saja mengacaukan pikirannya hingga saat ini.
Pikirannya kembali melayang saat gadis itu tidak sengaja menyenggol bahunya, hingga buku-bukunya terjatuh. Setelah itu, ia kembali melihat gadis itu dalam jarak dekat, ketika gadis itu membantunya mengambil buku miliknya yang tercecer.
Seketika itu pula ia memalingkan muka, karena saat itu juga ia merasakan wajahnya memanas. Dan ia tertegun ketika gadis itu berubah murung, dan sepert menahan tangis, ketika kembali berbicara dengannya. Apa Alfa salah bicara?
Alfa mengacak rambutnya kuat-kuat. Kemudian memtuskan menutup buku yang sempat ia baca. Pemuda itu berdiri, bermaksud mengembalikannya ke rak. Tetapi yang ia sadari, perpustakaan menjadi sangat sepi lebih dari sebelumnya.
“Apa yang terjadi? Kenapa di perpustakaan ini hanya tersisa kita berdua?” katanya pada Jo Hyuk, rekan satu fakultasnya.
“O, gadis-gadis sedang berlarian ke Taman Fakultas Ekonomi. Ada Shinee Minho yang sedang syuting drama terbarunya.”
Alfa mendengus tak habis pikir, kemudian menyambar tasnya, dan meninggalkan perpustakaan dengan rasa gejolak yang ia tidak tahu karena apa.
**
Alfa yakin, ia tidak bisa pulang sekarang, karena sepertiga penghuni universitas pasti sedang memenuhi Taman Fakultasnya. Maka ia memilih jalan memutar, mungkin beristirahat di Fakultas Farmasi bukan pilihan buruk, karena banyak orang yang tidak mengenalnya disana.
Ia lantas mendudukan diri pada salah satu bangku di Fakultas Farmasi, tanpa menyadari, sesosok gadis telah duduk disana terlebih dahulu. Merasa bosan, ia memilih melihat video keponakan lucunya yang dikirimkan kakak sepupunya kemarin.
“Oppa? Kenapa ada disini?”
Alfa menoleh, saat itu juga gadis berambut coklat tua, dengan iris hitam yang sama dengan miliknya yang tergambar dalam retina. Satu hal yang ia sadari, gadis itu terlihat sehabis menangis.
“Kau yang kenapa ada disini?”
A rin tersenyum, meski mata sembabnya tidak bisa tertutupi. “Ini Fakultasku Oppa.”
“Sudah kubilang jangan panggil aku begitu. Aku terlihat sangat tua. Aku tidak percaya, gadis pecicilan sepertimu adalah calon tenaga medis.”
A rin memukul pelan bahu Alfa. “Perkataan Oppa menyakiti hatiku. Aku tidak tahu memanggil Oppa apa, karena sepertinya Oppa adalah senior.”
“Panggil saja Alfa.”
A rin menggeleng. “Tidak, aku tidak bisa memanggil senior dengan hanya memanggil nama, kata Eomma itu tidak sopan.”
Alfa menghela napas, berharap setelah ia mengatakan ini, semburat merah tidak nampak pada wajah tirusnya.
“Kalau begitu panggil aku, seperti orang indonesia menyebut laki-laki yang lebih tua.”
A rin mendekatkan wajahnya pada Alfa, yang spontan membuat lelaki itu memundurkan wajah. “Jeongmall? O, akan kucoba. Jadi, aku akan memanggilmu Kakak?”
Alfa mendengus, “Kau menyebalkan.” rutuknya, kemudian menyentil pelan dahi gadis itu, bermaksud membuat sedikit jarak yang lebih lebar untuk keduanya. Kenapa gadis ini begitu polos?
“Dan berbicaralah dengan bahasa indonesia ketika denganku.” Imbuhnya.
“Aku tidak begitu mahir menggunakan bahasa indonesia. Eomma belum mengajarkanku banyak. Mungkin terlihat aneh jika aku berbicara denganmu. Kalau begini, Kak Alfa yang menyebalkan!”
Alfa sedikit geli ketika gadis itu memanggilnya dengan sebutan Kakak. “Panggil aku sesukamu. Kau terlihat aneh ketika memanggilku begitu,”
Gadis itu mendengus, memalingkan muka. Membuat Alfa mengacak pelan poni gadis itu.
“Ini kenapa?” tanya Alfa ketika menyadari sebuah plester tertempel di dahi sebelah kanan sang gadis.
“Terkena meja ketika bertemu dengan Oppa kali kedua.”
Alfa menaikan alis. “Oppa lagi?”
“Aku terlihat aneh memanggilmu Kakak, rasanya lidahku geli saat mengucapkan itu. Mungkin besok aku akan memanggilmu Alfa saja.”
Alfa mendengus, “Dan kenapa kau ada disini? Bukankah idolamu sedang syuting di Taman Fakultasku?”
“Tadi suasana hatiku sedang buruk.”
“Patah hati?”
A rin mengangguk. “O, tapi sekarang tidak lagi. Sepertinya aku punya harapan baru.”
Alfa terkekeh melihat raut muka A rin, “Gadis freak sepertimu, bisa jatuh cinta? Yang benar saja!”
Arin mencubit lengan Alfa, membuat pemuda itu kesakitan. “Kau membuat hatiku sakit lagi Oppa! Asal kau tahu, aku jatuh cinta pada pemuda dingin yang lebih menyebalkan dariku!”
“Kau jatuh cinta dengan siapa itu bukan urusanku.” Sahut Alfa.
“Untung aku tidak membawa benzokain kali ini, lain kali akan kubawa dan kuberikan untukmu, supaya kata-kata pedasmu tidak keluar lagi Oppa! Jika lidahmu mati rasa, sepertinya itu bukan ide buruk.”
A rin kembali mencubit lengan Alfa, kemudian berdiri menyambar tas punggungnya dan meninggalkan Alfa.
“Mau kemana?” tanya Alfa sedikit berteriak.
“Belajar bahasa indonesia dengan Eomma, agar aku tidak merasa aneh jika berbicara dengamu Oppa!”


[1] Maaf.
[2] Hei!
[3] Panggilan untuk senior.
[4] Pemuda, laki-laki.
[5] Ya.
[6] Luar biasa!
[7] Apa?
[8] Maaf.
[9] Maafkan aku.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Finnalyyy! Irish chappie 2 updated! sudah kelihatan farmasi-farmasinyaa kan? *naik turun alis*
cerita dalam raingkaian serupa dapat kalian lihat juga disini -> Irish Nita
sampai jumpa di cerita selanjutnya!

0 komentar:

Posting Komentar