Chapter Two
Alfa
menyalakan mesin penghangat di Apartemen, lalu merebahkan tubuhnya di kasur.
Setelah seharian penuh menghabiskan waktu di kota Paju, ia hanya ingin
beristirahat dengan tenang.
Sekonyong-konyong,
rangkaian kejadian hari ini melintas dipikirannya. Ia merubah posisi tubuhnya
menjadi duduk di atas kasur, sambil memijat pelipis yang sama sekali tidak
pusing. Gadis-gadis fan girl di Kafe
itu sudah merusak rencana liburannya yang tenang, terutama satu gadis berambut coklat tua yang bahkan ditemuinya dua
kali dalam sehari. Pertama, gadis itu menyapanya dengan bahasa Indonesia di
Toko Buku. Kedua, gadis itu bahkan menindihnya di Kafe. Alfa mengerutkan
kening, bahkan saat ini wajah polos itu terekam jelas dalam ingatannya. Ia
menggeleng kecil, berusaba menghapus bayangan wajah itu dengan memejamkan mata,
memilih tidur.
**
Alfa
memang gila dalam belajar, tapi ia tidak sampai hati untuk mengambil semester
panjang di musim liburan. Ia hanya ingin menikmati sisa-sisa libur musim semi
dengan tenang tanpa perlu pusing memikirkan kontrak perkuliahan. Meski begitu,
tidak sedikit mahasiswa Seoul University
yang mengambil semester panjang ataupun mahasiswa yang hanya sekedar nongkrong,
membuat kampus tidak pernah sepi. Alfa salah satu mahasiswa itu. Diam di Apartemen
hanya akan membuat pikirannya dipenuhi hal-hal berat seperti mengurus saham,
jadi ia memilih duduk-duduk di rerumputan sekitar Taman fakultas yang teduh
sambil membaca buku yang sempat dibeli di kota Paju.
Alfa
sempat larut dalam bacaannya, sampai suara nyaring perempuan terdengar sedang
menyanyikan sebuah lagu yang asing ditelinganya, membuatnya mendongak mencari
sumber suara. Alfa mengedarkan pandangan, lalu melihat seorang gadis berkuncir
kuda yang berjalan dengan langkah kelewat ceria ke arahnya. Gadis itu nampak
asik mendengarkan lagu lewat earphone.
Banyak
yang berkata, jika kita sampai bertemu dengan seseorang hingga tiga kali
berturut-turut, itu berarti jodoh. Alfa hafal primbon tua itu, tapi ia tidak ingin
memercayai yang satu ini. Gadis itu, yang sedang berjalan ke arah Taman dimana
dirinya sedang duduk selonjoran adalah gadis yang sama dengan yang ditemuinya
di Toko buku kota Paju dan yang menindihnya di Kafe. Alfa seratus persen yakin
karena ia masih mengingat penuh wajahnya.
Mata
Alfa tidak lepas melihat gadis yang sedang menggumamkan lagu dalam bahasa Korea
itu, sampai mata mereka bertemu karena gadis itu mendongak dari ponselnya dan
melihat tepat pada Alfa.
Alfa
mengalihkan dengan cepat pandangannya ke sembarang arah, tanpa tahu gadis itu
justru memghampirinya dengan senyum yang terpatri diwajah.
“Oppa!
Kita ketemu lagi. Wow ini sangat membuatku terkejut!”
“Oppa?”
Alfa mengulang dalam hati. Ia akhirnya tidak punya pilihan untuk tidak melihat
gadis yang kini berdiri dihadapannya.
Gadis
itu ikut duduk menyila dihadapan Alfa.
“Kenalkan,
namaku Kim A Rin, nama Indonesiaku cukup Arin. Aku tahu Oppa orang Indonesia.
Senang bisa berkenalan!” Kim A rin, gadis itu, menyodorkan tangannya, menunggu
untuk dijabat.
Alfa
yang sempat ragu untuk menyambut tangan itu, akhirnya menjabat. “Alfa.”
Jawabnya singkat.
“Wow...”
A rin membulatkan suara, “kau tidak sesombong yang aku pikir. Aku kira kau akan
bangkit berdiri dan pergi seperti di toko buku kemarin. Mian[1],
untuk pikiran yang sempat terlintas itu, Alfa Oppa.”
“Saya
memang sempat punya pikiran untuk pergi dan niat itu sampai sekarang masih
berlaku,” Alfa bangkit berdiri, membuat A rin mengerutkan kening. Pemuda itu
menatap A rin sebelum pergi. “Saya tidak tahu kamu stalker atau terserah apapun namanya hingga kita bisa ketemu lagi
bahkan di Kampus ini. Tapi satu hal, stop
panggil saya Oppa. Itu terdengar seperti kita berteman akrab.”
A
rin bergegas berdiri ketika Alfa melangkah pergi menjauhinya. “Yaa![2]”
Ia berseru keras, berlari mengekori Alfa.
“Kenapa
kau begitu menyebalkan? Oh jeongmall!” A rin mengikuti langkah besar-besar Alfa.
“Dan
jangan sebut aku stalker! Aku juga
kuliah disini. Dan aku datang ke Fakultas ini untuk bertemu temanku, jangan
seserius itu. Aku bukan penguntit.” A rin menuntaskan kalimatnya, lalu pergi
setelah sebelumnya menjulurkan lidah karena kesal.
Alfa
mendadak menghentikan langkahnya demi melihat sikap A rin yang seperti anak
kecil. Bahkan tinggi perempuan itu mengingatkannya pada sepupunya di Indonesia
yang baru masuk sekolah menengah. Ia sempat ragu mendengar A rin mengaku
sebagai mahasiswa di Kampus ini juga.
Melihat
punggung A rin yang berayun kesana-kemari seirama dengan langkah kakinya yang
ceria, Alfa mengukir senyum tipis. Tidak tahu dorongan darimana.
**
A
rin memasukkan uang koin ke dalam mesin minuman, lalu mengambil dua soft drink. Ia kembali menyusuri koridor
Fakultas ekonomi bisnis sembari menunggu Ha Na yang sedang mengambil SKS
tambahan. A rin berhenti di depan sebuah mading, melihat tulisan-tulisan yang
didominasi oleh hangul. Ia tertarik melihat pojok tulisan bahasa Inggris, lalu
melihat sebuah artikel yang menempel dengan nama yang tidak asing. Alfa Wira
Utomo.
A
rin membaca tulisan itu sampai habis. Hingga Ha Na yang muncul dibalik koridor
menyerukan namanya. “A rin-ya!”
A
rin menghampiri Ha Na, lantas memberikan sekaleng soft drink yang dibelinya. Ia terdorong untuk bertanya satu hal
yang baru saja membuatnya penasaran. A rin menatap sahabatnya itu dengan
serius. “Ha Na-ya, aku boleh tanya sesuatu?”
Ha
Na balas menatap A rin dengan bingung. “Sejak kapan kau ingin bertanya kepadaku
sampai harus izin dulu?”
“Anyo,
bukan begitu. Aku hanya penasaran satu hal,”
“Tentang
apa?” Ha Na ikut penasaran.
“Tadi
aku tidak sengaja baca artikel dalam bahasa Inggris di mading. Nama penulisnya
Alfa Wira Utomo. Kau kenal dia?”
Ha
Na mengangguk. “Tentu saja kenal. Siapa juga di fakultas ini yang tidak
mengenalnya.”
Air
wajah A rin berubah. Ia menunggu informasi selanjutnya.
“Memangnya
dia terkenal?” A rin berusaha memancing.
“Sangat
terkenal. Mahasiswa di fakultas ini bahkan menjuluki Alfa sunbae[3]
sebagai Incredible namja[4].
Ah jeongmall, aku kadang-kadang heran dengan peribahasa mereka.” Ha Na
mengedikan bahu sekali, lalu menegak habis sisa soft drink-nya.
“Dia
seniormu?”
“O[5].
Kakak tingkatku. Tunggu, kenapa kau begitu tertarik dengan Alfa sunbae? Kau
kenal dia?”
Arin
menggeleng keras. “Anyo. Hanya penasaran. Sepertinya dia orang pintar.”
Ha
Na mengangguk lagi. “Alfa sunbae memang sangat pintar. Di fakultas ini banyak
sekali yang menyukainya. Kau pasti terkejut Arin-ya, jika gadis seperti kita tergila-gila
dengan idol, gadis-gadis di fakultas
ini akan lebih sibuk berebut perhatian Alfa Sunbae.”
“Daebak![6]”
Mata A rin membelalak tidak percaya. Jadi pemuda Indonesia yang baru dikenalnya
itu sangat berpengaruh di Kampus ini?
Ia
kembali menatap Ha Na dengan wajah penasaran. “Apa kau salah satu gadis yang
menyukai dia?”
Ha
Na terkekeh pelan. Ia mengibaskan tangan kanannya di depan wajah A rin. “Anyo,
karena aku tahu Alfa sunbae tidak tertarik dengan gadis Korea.”
“Mwo?[7]”
Kening A rin berkerut, terkejut dengan pernyataan Ha Na.
“Dia
bahkan hanya berbicara dengan gadis-gadis bule di kampus ini A rin-ya. Ah iya,
aku dengar dia orang Indonesia. Bukankah Eomma-mu dari Indonesia juga?”
A
rin tidak merespon lebih jauh, tidak tertarik dengan informasi yang terakhir.
Ia hanya memikirkan pernyataan Ha Na sebelumnya. Alfa tidak suka dengan gadis
Korea? Kenapa mendadak ia merasa kalah sebelum perang?
**
A
rin menyusuri Fakultas Ekonomi, Seoul University
dengan langkah gontai. Perkataan Ha Na membuatnya berpikir dan merasa,
sehingga pusing tengah melandanya sekarang.
Alfa
Wira Utomo, lagi-lagi nama Pemuda yang tiga kali bertemu tanpa sengaja
dengannya, kembali mengusik batinnya, hingga ia merasa hatinya berdesir,
disusul rasa sesak yang ia sendiri tidak tahu apa.
Alfa tidak suka gadis
korea. Lagi-lagi pernyataan itu sangat membuat hatinya
sesak. Apa benar A rin jatuh cinta? Gadis itu meletakan kedua tangan di depan
dada, merasakan jantungnya berdegup cepat, tiap kali wajah Alfa hadir dalam
pikiran.
A
rin belum pernah jatuh cinta sebelumnya, selama dua puluh tahun hidupnya, Ia
hanya memuja tokoh idol kesayangannya.
Ia tak pernah mencinta karena ia takut terluka. Tetapi takdir tak selalu
menyenangkan, karena faktanya ia telah merasakan segenggam luka, bahkan ketika
ia pertama kali berusaha untuk mencinta.
“Kalau
jalan hati-hati.”
A
rin mendongak, ketika suara baritone yang kini mulai tak asing, berbicara
dengannya menggunakan bahasa Indonesia. Alfa.
“Kau
membuat buku yang aku bawa jatuh.”
A
rin mengerjapkan mata, tersadar ia tadi menyenggol bahu seseorang, yang
sekarang ia yakini adalah Alfa.
“Joesonghabnida[8],
Oppa.”
Gadis
itu berjongkok, membantu Alfa memunguti bukunya yang tercecer. Sedangkan Alfa
mendengus, memalingkan muka.
“Kenapa
kau bisa ceroboh sekali?”
Mata
A rin terasa panas, perkataan Alfa membuatnya ingin menangis.
“Mianhae[9],
Oppa.” ucapnya dengan suara bergetar, sambil menyerahkan buku milik Alfa kepada
sang empunya.
“Asal
kautahu, Korea terasa begitu sempit, ketika aku bertemu denganmu.”
Rasanya,
A rin sekarang ingin menangis keras, rasanya lebih menyakitkan dibanding dengan
kehabisan tiket konser idolanya.
“Apa
Oppa membenci gadis Korea? Apa Oppa… membenciku?”
Alfa
mendengus, menggeleng pelan, lalu meninggalkan A rin sendirian. Dan saat itu
juga, satu tetes air, jatuh dari pelupuk mata A rin.
**
Sudah
setengah jam Alfa menyibukkan diri di Perpustakaan. Tetapi, ia sama sekali
tidak bisa fokus. Gadis yang ia ketahui bernama Kim A rin terus saja
mengacaukan pikirannya hingga saat ini.
Pikirannya
kembali melayang saat gadis itu tidak sengaja menyenggol bahunya, hingga buku-bukunya
terjatuh. Setelah itu, ia kembali melihat gadis itu dalam jarak dekat, ketika
gadis itu membantunya mengambil buku miliknya yang tercecer.
Seketika
itu pula ia memalingkan muka, karena saat itu juga ia merasakan wajahnya
memanas. Dan ia tertegun ketika gadis itu berubah murung, dan sepert menahan
tangis, ketika kembali berbicara dengannya. Apa Alfa salah bicara?
Alfa
mengacak rambutnya kuat-kuat. Kemudian memtuskan menutup buku yang sempat ia
baca. Pemuda itu berdiri, bermaksud mengembalikannya ke rak. Tetapi yang ia
sadari, perpustakaan menjadi sangat sepi lebih dari sebelumnya.
“Apa
yang terjadi? Kenapa di perpustakaan ini hanya tersisa kita berdua?” katanya
pada Jo Hyuk, rekan satu fakultasnya.
“O,
gadis-gadis sedang berlarian ke Taman Fakultas Ekonomi. Ada Shinee Minho yang
sedang syuting drama terbarunya.”
Alfa
mendengus tak habis pikir, kemudian menyambar tasnya, dan meninggalkan
perpustakaan dengan rasa gejolak yang ia tidak tahu karena apa.
**
Alfa
yakin, ia tidak bisa pulang sekarang, karena sepertiga penghuni universitas
pasti sedang memenuhi Taman Fakultasnya. Maka ia memilih jalan memutar, mungkin
beristirahat di Fakultas Farmasi bukan pilihan buruk, karena banyak orang yang
tidak mengenalnya disana.
Ia
lantas mendudukan diri pada salah satu bangku di Fakultas Farmasi, tanpa
menyadari, sesosok gadis telah duduk disana terlebih dahulu. Merasa bosan, ia
memilih melihat video keponakan lucunya yang dikirimkan kakak sepupunya
kemarin.
“Oppa?
Kenapa ada disini?”
Alfa
menoleh, saat itu juga gadis berambut coklat tua, dengan iris hitam yang sama
dengan miliknya yang tergambar dalam retina. Satu hal yang ia sadari, gadis itu
terlihat sehabis menangis.
“Kau
yang kenapa ada disini?”
A
rin tersenyum, meski mata sembabnya tidak bisa tertutupi. “Ini Fakultasku
Oppa.”
“Sudah
kubilang jangan panggil aku begitu. Aku terlihat sangat tua. Aku tidak percaya,
gadis pecicilan sepertimu adalah calon tenaga medis.”
A
rin memukul pelan bahu Alfa. “Perkataan Oppa menyakiti hatiku. Aku tidak tahu
memanggil Oppa apa, karena sepertinya Oppa adalah senior.”
“Panggil
saja Alfa.”
A
rin menggeleng. “Tidak, aku tidak bisa memanggil senior dengan hanya memanggil
nama, kata Eomma itu tidak sopan.”
Alfa
menghela napas, berharap setelah ia mengatakan ini, semburat merah tidak nampak
pada wajah tirusnya.
“Kalau
begitu panggil aku, seperti orang indonesia menyebut laki-laki yang lebih tua.”
A
rin mendekatkan wajahnya pada Alfa, yang spontan membuat lelaki itu memundurkan
wajah. “Jeongmall? O, akan kucoba. Jadi, aku akan memanggilmu Kakak?”
Alfa
mendengus, “Kau menyebalkan.” rutuknya, kemudian menyentil pelan dahi gadis
itu, bermaksud membuat sedikit jarak yang lebih lebar untuk keduanya. Kenapa
gadis ini begitu polos?
“Dan
berbicaralah dengan bahasa indonesia ketika denganku.” Imbuhnya.
“Aku
tidak begitu mahir menggunakan bahasa indonesia. Eomma belum mengajarkanku
banyak. Mungkin terlihat aneh jika aku berbicara denganmu. Kalau begini, Kak
Alfa yang menyebalkan!”
Alfa
sedikit geli ketika gadis itu memanggilnya dengan sebutan Kakak. “Panggil aku
sesukamu. Kau terlihat aneh ketika memanggilku begitu,”
Gadis
itu mendengus, memalingkan muka. Membuat Alfa mengacak pelan poni gadis itu.
“Ini
kenapa?” tanya Alfa ketika menyadari sebuah plester tertempel di dahi sebelah
kanan sang gadis.
“Terkena
meja ketika bertemu dengan Oppa kali kedua.”
Alfa
menaikan alis. “Oppa lagi?”
“Aku
terlihat aneh memanggilmu Kakak, rasanya lidahku geli saat mengucapkan itu.
Mungkin besok aku akan memanggilmu Alfa saja.”
Alfa
mendengus, “Dan kenapa kau ada disini? Bukankah idolamu sedang syuting di Taman
Fakultasku?”
“Tadi
suasana hatiku sedang buruk.”
“Patah
hati?”
A
rin mengangguk. “O, tapi sekarang tidak lagi. Sepertinya aku punya harapan
baru.”
Alfa
terkekeh melihat raut muka A rin, “Gadis freak
sepertimu, bisa jatuh cinta? Yang benar saja!”
Arin
mencubit lengan Alfa, membuat pemuda itu kesakitan. “Kau membuat hatiku sakit
lagi Oppa! Asal kau tahu, aku jatuh cinta pada pemuda dingin yang lebih
menyebalkan dariku!”
“Kau
jatuh cinta dengan siapa itu bukan urusanku.” Sahut Alfa.
“Untung
aku tidak membawa benzokain kali ini, lain kali akan kubawa dan kuberikan
untukmu, supaya kata-kata pedasmu tidak keluar lagi Oppa! Jika lidahmu mati
rasa, sepertinya itu bukan ide buruk.”
A
rin kembali mencubit lengan Alfa, kemudian berdiri menyambar tas punggungnya
dan meninggalkan Alfa.
“Mau
kemana?” tanya Alfa sedikit berteriak.
“Belajar
bahasa indonesia dengan Eomma, agar aku tidak merasa aneh jika berbicara
dengamu Oppa!”
[1]
Maaf.
[2]
Hei!
[3]
Panggilan untuk senior.
[4]
Pemuda, laki-laki.
[5]
Ya.
[6]
Luar biasa!
[7]
Apa?
[8]
Maaf.
[9]
Maafkan aku.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Finnalyyy! Irish chappie 2 updated! sudah kelihatan farmasi-farmasinyaa kan? *naik turun alis*
cerita dalam raingkaian serupa dapat kalian lihat juga disini -> Irish Nita
sampai jumpa di cerita selanjutnya!
0 komentar:
Posting Komentar