RSS

Kamis, 23 November 2023

Ungkapan Rasa Yang Hanya Sampai Pada Aksara-Dear Papa

 Dear Papa,

Apa kabar? Setelah lima tahun, aku menulis kembali kepada kamu.

Ungkapan rasaku, setelah banyak hal yang boleh kulalui.

Ada banyak hal yang terjadi. Aku berhasil menjadi penulis, seperti mimpiku. Tulisanku mulai dikenal dari sebuah platform, hingga kemudian banyak pilihan yang datang kepadaku. Buku-ku berhasil terbit, Pa. Namun aku belum berhasil menuliskan kisah hidupmu secara utuh.

Pa, lima tahun berlalu, selama itu pula aku bekerja, bertemu dengan banyak orang, bertemu dengan orang-orang baru, dan yang kusyukuri, aku bisa setia pada pekerjaaanku seperti yang Papa lakukan dulu.

Lima tahun berlalu, tetapi aku disini masih bercerita pada Papa tentang diriku. Di usiaku yang ke 25, semua terasa begitu sempurna, banyak mimpi terwujud, ketika karyaku dipinang oleh penerbit yang tepat pertama kali, aku merasa seperti pangeran berkuda putih sedang datang untukku. Aku juga bisa membeli banyak hal, semangat untuk meraih mimpi yang masih tinggi masih menggebu, merasa tidak masalah jika saat itu aku belum menemukan seseorang yang tepat, karena banyak hal lain yang tetap membuatku bahagia.

Namun, sekarang, di usia yang baru ini, dari awal tahun, aku merasa gagal. Gagal memahami apa yang menjadi tujuanku di tahun ini, terutama sebagai penulis. Aku merasa salah pilihan. Tidak mendengarkan hikmat Tuhan, langsung mengambil kesempatan tanpa berpikir panjang, apakah benar ini yang terbaik untukku? Semakin hari, semakin terasa. Seperti nggak ada harapan lagi. Meskipun ada jangka waktu, aku merasa tersiksa. Rasanya menyesakkan jika harus menghabiskan waktu dengan pilihan yang salah. Dan seolah tak sampai disana, karya-karya yang kutulis sekarang sepi pembaca, mungkin kesempatan untuk lahir kembali juga tidak ada. Parahnya lagi, aku tidak bisa menulis dengan benar. Merasa otakku macet dan ideku lenyap.

Pa, aku juga semakin menyadari, bahwa semakin hari, ketertinggalanku dari orang-orang seusiaku semakin jauh. Terutama tentang hati. Lima tahun ini, ada beberapa orang yang cukup baik. Tetapi, entah kenapa hatiku tidak beranjak. Kupikir, memang karena tidak sefrekuensi, atau terlalu terburu-buru. Yang mendekat, selalu membuatku tertekan dan tidak nyaman, rasanya juga ada seribu alasan yang membuatku mengatakan tidak. Tetapi, seiring kedewasaanku, aku menjadi bertanya-tanya, seperti apa yang sebenarnya kuinginkan dan kubutuhkan? Ada apa dengan hatiku sebenarnya?

Lalu, kilasan belasan tahun yang lalu, setelah kamu pergi, lewat begitu saja. Seolah menyadarkanku, bahwa selama ini aku hanya takut. Hanya takut, tapi tak beranjak, tak berani mengambil resiko, terlalu takut akhirnya pilihanku akan membuatku tersiksa seumur hidup.

Pa, maaf. Tapi sepertinya aku tidak akan sekuat Mama jika melewati fase seperti dia. Menjadi saksi hidupnya ketika kamu pergi ternyata begitu menoreh luka. Bukan aku belum memaafkan, semua sudah baik-baik saja sekarang. Tetapi, aku hanya tidak sanggup jika nantinya keluarga seseorang yang kutitipi hatiku, berlaku seperti mereka. Aku terlalu takut, dan itu membuatku terus berpikir, tanpa aku sadari waktu terus bergulir, dan membuatku semakin tertinggal soal hati.

Kalau Papa masih ada... apakah Papa memiliki pilihan khusus untukku? Atau Papa selalu bersiap untuk menyeleksi seseorang yang akan kupilih? Mungkin, aku juga tidak akan setakut ini, kan? 

Pa, bagaimana rasanya menghilangkan rasa takut ini? Harus menempuh lewat jalur apa lagi, supaya aku bisa menemukan seseorang yang tepat? Kira-kira, siapa yang benar-benar mengasihiku, yang membuatku nyaman, tidak tertekan, dan membuatku lebih berani? Yang mampu menjadi pemimpin untuk membuatku lebih dekat dengan hati Tuhan? Tolong doakan aku untuk segera menemukannya ya Pa, dan tolong bantu aku supaya lebih berani.

Lalu, aku masih ingin bercerita pada Papa tentang apa yang menjadi hobiku. Terima kasih untuk mendekatkanku pada dunia fans dan idola. Seperti yang Papa tahu, Setelah mengenal Sherina dan membeli seluruh albumnya, aku berpindah ke Rio Idola cilik sampai membuat MnGnya. Tak sampai disana, aku berpindah lagi ke idol korea. Namanya Hwang Minhyun, dan tahun ini, aku berhasil bertemu dengannya. Gadis kecilmu, berhasil traveling sendiri ke Jakarta. Saat itu aku merasa sangat-sangat bahagia Pa, sesuatu hal yang bagiku mustahil dapat terwujud. Kini, hal itu membuatku tertampar kenyataan bahwa waktu Tuhan memang tepat. Aku hanya perlu menunggu dengan sabar, dan terus mengandalkannya. Meskipun semakin hari rasanya semakin berat.

Mungkin, awalnya hari ini terasa biasa-biasa saja. Tidak ada yang spesial. Tetapi, berkeluh kesah padamu, membuatku sedikit lega. Ada banyak hal lain yang terlihat sederhana, tetapi merupakan anugerah. Yakni, kami bertiga yang sehat dan tetap saling menopang meskipun kamu tidak lagi ada. Kami yang masih mampu hidup berkecukupan dan tidak silau oleh gaya dunia.

Terima kasih, Pa. Untuk teladanmu yang terus hidup.

---yang selalu merindukanmu, dan berharap kamu datang di mimpiku dalam hari spesialku.





0 komentar:

Posting Komentar